Istilah “pasirah” memiliki akar yang mendalam dalam tradisi hukum adat di Indonesia, khususnya dalam struktur pemerintahan adat. Pasirah merujuk pada pemimpin adat di tingkat desa atau wilayah tertentu yang bertanggung jawab atas berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk penyelesaian sengketa, pengelolaan sumber daya, dan pelestarian nilai-nilai budaya.
Makna dan Peran Pasirah
Pasirah adalah tokoh sentral dalam sistem pemerintahan adat, yang bertindak sebagai pemimpin administratif dan pengayom masyarakat. Dalam praktiknya, pasirah memiliki fungsi yang melibatkan:
1. Penyelesaian Sengketa: Pasirah sering menjadi mediator dalam perselisihan antarwarga. Dalam hal ini, ia menerapkan hukum adat yang berlaku di wilayah tersebut.
2. Perwakilan Masyarakat: Pasirah menjadi juru bicara masyarakat adat dalam berurusan dengan pihak luar, termasuk pemerintah formal.
3. Pengelolaan Sumber Daya: Dalam beberapa komunitas, pasirah memiliki kewenangan untuk mengatur penggunaan tanah adat atau sumber daya alam lainnya, dengan tetap memperhatikan prinsip keadilan dan keberlanjutan.
Konteks Hukum Pasirah
Meskipun pasirah umumnya beroperasi berdasarkan hukum adat, peran mereka sering kali diakui oleh hukum negara, terutama dalam kaitannya dengan pengakuan masyarakat adat. Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa negara menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, selama tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
Dalam beberapa daerah, pasirah juga bekerja sama dengan aparat pemerintah lokal untuk menyelesaikan permasalahan yang melibatkan masyarakat adat. Namun, peran ini bisa menjadi kompleks ketika terjadi tumpang tindih kewenangan antara hukum adat dan hukum formal.
Masalah yang Sering Terjadi Berkaitan dengan Pasirah
Meskipun peran pasirah sangat penting, ada sejumlah masalah yang sering terjadi, antara lain:
1. Tumpang Tindih Kewenangan: Pasirah kadang menghadapi tantangan dalam menentukan batas kewenangan mereka, terutama ketika berhadapan dengan pemerintah formal yang memiliki aturan berbeda.
2. Kurangnya Dukungan Hukum Formal: Meskipun diakui secara adat, pasirah sering kali tidak mendapatkan pengakuan hukum formal yang memadai, sehingga keputusan mereka kadang dianggap tidak sah oleh pihak luar.
3. Konflik Kepentingan: Dalam beberapa kasus, pasirah dituduh berpihak kepada kelompok tertentu dalam masyarakat, terutama jika terdapat perselisihan yang melibatkan pihak yang memiliki kekuasaan atau pengaruh.
4. Minimnya Regenerasi Kepemimpinan: Tradisi pasirah sering kali didasarkan pada sistem turun-temurun, yang dapat menjadi masalah ketika generasi berikutnya tidak memiliki kemampuan atau integritas yang sama.
5. Modernisasi dan Hilangnya Tradisi: Dalam era modern, peran pasirah sering kali terpinggirkan oleh perubahan sosial, termasuk urbanisasi dan pengaruh hukum formal yang semakin dominan.
Kesimpulan
Pasirah adalah tokoh kunci dalam menjaga harmoni dan keberlanjutan masyarakat adat. Namun, berbagai tantangan seperti tumpang tindih kewenangan, kurangnya dukungan hukum formal, dan konflik kepentingan sering kali menghambat peran mereka. Penting bagi pemerintah dan masyarakat adat untuk bekerja sama dalam memperkuat posisi pasirah, sehingga mereka dapat terus menjalankan peran penting mereka dalam masyarakat modern tanpa kehilangan nilai-nilai tradisional.