Partisan dalam Konteks Hukum dan Pengaruhnya terhadap Netralitas Penegakan Hukum di Indonesia

March 6, 2025

Pengertian Partisan dalam Perspektif Hukum

Dalam dunia hukum dan politik, istilah partisan merujuk pada seseorang atau kelompok yang menunjukkan keberpihakan kuat terhadap partai politik, ideologi, atau kepentingan tertentu. Dalam konteks hukum, sikap partisan menjadi isu serius karena dapat mengganggu netralitas lembaga penegak hukum, baik di level kepolisian, kejaksaan, pengadilan, maupun lembaga pengawas seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sikap partisan dalam ranah hukum sering dikaitkan dengan konflik kepentingan (conflict of interest). Ketika aparat penegak hukum memiliki afiliasi politik atau hubungan kedekatan dengan kelompok tertentu, independensi proses penegakan hukum menjadi dipertanyakan. Di negara yang menjunjung tinggi rule of law, sikap partisan sangat bertentangan dengan prinsip imparsialitas, yaitu keharusan bagi aparat penegak hukum untuk bersikap netral dan tidak memihak siapapun.

Partisan dalam Proses Pemilu dan Sengketa Pemilu

Salah satu contoh nyata di mana sikap partisan menjadi sorotan adalah dalam proses pemilu dan penanganan sengketa pemilu. Dalam sistem demokrasi, pemilu harus dilaksanakan secara jujur dan adil (free and fair election). Namun, jika Bawaslu, KPU, atau Mahkamah Konstitusi bersikap partisan dan menunjukkan keberpihakan kepada salah satu pasangan calon atau partai politik, legitimasi hasil pemilu akan runtuh. Ketidaknetralan penyelenggara atau pengawas pemilu bahkan dapat melahirkan delegitimasi demokrasi yang memicu krisis konstitusional.

Contoh kasus yang relevan adalah sengketa Pilpres 2019, di mana tuduhan tentang lembaga negara yang tidak netral dan terindikasi berpihak menjadi isu yang mengemuka di tengah masyarakat. Situasi semacam ini menunjukkan bahwa partisanisme dalam penegakan hukum pemilu bukan sekadar pelanggaran etik, melainkan ancaman terhadap demokrasi konstitusional itu sendiri.

Partisan dalam Penegakan Hukum Pidana

Partisanisme dalam penegakan hukum pidana juga menjadi ancaman serius, terutama dalam kasus-kasus korupsi politik atau kriminalisasi tokoh oposisi. Ketika aparat penegak hukum bertindak atas dasar pesanan politik atau menjalankan hukum sebagai alat kekuasaan (instrumentalisasi hukum), asas equality before the law menjadi sekadar retorika. Di sinilah partisanisme dalam penegakan hukum berujung pada hancurnya kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.

Beberapa kajian akademis bahkan menyebut bahwa hukum yang dikendalikan oleh kepentingan partisan akan menciptakan selective enforcement, di mana lawan politik lebih mudah dijerat hukum, sedangkan kawan politik cenderung dilindungi. Hal ini menciptakan double standard yang bertentangan dengan prinsip keadilan substantif.

Dampak Partisanisme terhadap Otonomi Lembaga Hukum

Lembaga penegak hukum idealnya berdiri di atas kepentingan hukum semata, bukan kepentingan politik. Namun dalam praktik, intervensi politik kerap mengiringi proses penegakan hukum di Indonesia. Ketika aparat penegak hukum diisi oleh orang-orang yang loyal terhadap partai penguasa atau memiliki hubungan patronase dengan elit politik, independensi lembaga tersebut menjadi ilusi belaka.

Fenomena ini pernah terlihat dalam kasus revisi UU KPK tahun 2019, di mana terdapat indikasi kuat bahwa perubahan regulasi tersebut didorong oleh kepentingan politik tertentu yang merasa terancam dengan kinerja KPK. Kondisi ini mempertegas bahwa partisanisme bukan sekadar masalah individual, melainkan juga masalah struktural yang merusak fondasi negara hukum.

Upaya Menghindari Partisanisme dalam Penegakan Hukum

Untuk menghindari bahaya partisanisme, beberapa langkah reformasi hukum penting dilakukan, antara lain:

1. Memperkuat mekanisme rekrutmen pejabat lembaga hukum agar bebas dari afiliansi politik.

2. Meningkatkan pengawasan publik dan transparansi proses hukum, agar potensi keberpihakan dapat terdeteksi sejak dini.

3. Menerapkan kode etik yang ketat bagi aparat penegak hukum terkait hubungan dengan partai politik dan aktor-aktor politik lainnya.

4. Mendorong independensi anggaran lembaga penegak hukum agar tidak bergantung pada eksekutif yang notabene adalah kekuatan politik.

Kesimpulan

Dalam negara hukum yang demokratis, partisanisme merupakan musuh utama bagi prinsip imparsialitas dan keadilan hukum. Ketika aparat penegak hukum tidak netral dan memihak pada kekuatan politik tertentu, maka hukum kehilangan wibawa sebagai alat penegakan keadilan, dan hanya menjadi alat kekuasaan (tool of power). Oleh karena itu, menjaga netralitas hukum dari pengaruh partisan adalah tanggung jawab bersama, baik oleh pemerintah, masyarakat sipil, maupun komunitas hukum itu sendiri.

Leave a Comment