Paningset dalam Perspektif Hukum Adat dan Relevansinya dalam Sistem Hukum Indonesia

March 5, 2025

Pengertian Paningset dalam Hukum Adat

Paningset adalah istilah yang berasal dari tradisi hukum adat, khususnya di Jawa dan beberapa daerah lain di Indonesia, yang merujuk pada pemberian tanda pengikat dalam proses pertunangan. Dalam konteks hukum adat, paningset bukan sekadar simbol cinta atau bentuk hadiah, tetapi memiliki makna yuridis sebagai penguat perjanjian pra-nikah antara kedua belah keluarga. Pemberian paningset menandai adanya ikatan resmi yang mengikat kedua calon mempelai beserta keluarga besar mereka untuk melanjutkan proses menuju perkawinan.

Kedudukan Hukum Paningset dalam Sistem Hukum Perdata

Dalam perspektif hukum perdata modern, paningset sebenarnya memiliki kemiripan dengan pemberian uang panjar (down payment) dalam transaksi perdata, di mana pemberian tersebut menunjukkan adanya kesepakatan awal yang mengikat kedua belah pihak. Namun, dalam hukum adat, paningset lebih dari sekadar uang panjar. Paningset memiliki dimensi sosiologis, moral, dan kultural yang kuat, karena menyangkut kehormatan keluarga dan nilai adat yang dijunjung tinggi. Oleh karena itu, apabila salah satu pihak membatalkan pertunangan setelah paningset diberikan, dapat terjadi sengketa adat yang melibatkan tuntutan pengembalian paningset atau bahkan ganti rugi immateriil karena dianggap mencoreng kehormatan keluarga.

Paningset dan Konsep Perikatan dalam Hukum Adat

Paningset mencerminkan adanya bentuk perikatan adat, yaitu hubungan hukum berbasis kesepakatan yang diakui oleh komunitas adat setempat. Perikatan ini bersifat sui generis, artinya memiliki karakteristik khas yang berbeda dari perikatan dalam hukum perdata barat. Dalam hukum adat Jawa, paningset tidak hanya mengikat kedua calon pengantin, tetapi juga menciptakan hubungan tanggung jawab kolektif antara keluarga kedua belah pihak. Pembatalan sepihak terhadap pertunangan yang telah diikat dengan paningset, bukan sekadar wanprestasi dalam arti hukum perdata, tetapi juga dipandang sebagai pelanggaran terhadap kesepakatan adat yang dapat berujung pada sanksi sosial.

Kedudukan Paningset dalam Hukum Perkawinan Nasional

Dalam konteks hukum nasional, khususnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang kini telah digantikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, paningset sebenarnya tidak secara eksplisit diatur. Namun, hukum adat sebagai salah satu sumber hukum di Indonesia tetap memiliki posisi dalam hukum tidak tertulis yang hidup di masyarakat. Artinya, meskipun hukum negara tidak mewajibkan adanya paningset dalam pertunangan, praktik ini tetap memiliki kekuatan mengikat dalam komunitas adat yang menjalankannya. Hal ini sejalan dengan asas hukum adat sebagai living law yang diakui oleh Mahkamah Konstitusi melalui berbagai putusannya.

Implikasi Hukum Pembatalan Pertunangan dengan Paningset

Ketika pertunangan yang telah diikat dengan paningset dibatalkan, maka muncul persoalan hukum tentang nasib paningset itu sendiri. Dalam hukum adat, ada beberapa konsep pengembalian paningset yang berbeda di tiap daerah. Di Jawa, misalnya, jika pembatalan dilakukan oleh pihak laki-laki tanpa alasan yang dapat diterima secara adat, maka paningset tidak dapat diminta kembali. Sebaliknya, jika pihak perempuan yang membatalkan, maka paningset harus dikembalikan secara utuh. Dalam praktiknya, penyelesaian sengketa paningset lebih sering dilakukan melalui mekanisme musyawarah keluarga dibandingkan jalur pengadilan.

Perkembangan Modern Paningset dan Pengaruh Globalisasi

Di era modern, praktik paningset mulai mengalami pergeseran makna dan bentuk. Paningset tidak lagi sebatas barang adat seperti kain batik, emas, atau perhiasan keluarga, tetapi juga bisa berupa uang tunai, kendaraan, hingga properti. Meski bentuknya berubah, esensi hukumnya sebagai tanda pengikat pra-nikah tetap terjaga dalam komunitas adat yang memegang teguh tradisi ini. Dalam perspektif hukum perdata modern, paningset yang berbentuk barang atau uang juga bisa dianggap sebagai perjanjian pendahuluan (pre-nuptial contract) yang memiliki konsekuensi hukum perdata apabila pernikahan batal dilaksanakan.

Kesimpulan

Paningset adalah bagian dari hukum adat yang mencerminkan ikatan pra-nikah yang diakui secara adat dan mengandung dimensi hukum, sosial, dan moral. Meskipun hukum negara tidak secara khusus mengatur paningset, kekuatan mengikatnya tetap diakui dalam konteks living law yang hidup di masyarakat adat. Dalam menghadapi sengketa paningset, pendekatan yang paling sering digunakan adalah musyawarah keluarga, meski tidak menutup kemungkinan sengketa semacam ini dibawa ke ranah peradilan adat atau bahkan peradilan umum dengan menggunakan asas hukum adat sebagai sumber hukum. Memahami paningset penting bagi praktisi hukum yang menangani perkara perkawinan adat, terutama ketika tradisi lokal bertemu dengan hukum modern dalam sengketa keluarga lintas budaya.

Leave a Comment