Hukum yang Mengatur: Pengertian, Ciri, dan Contohnya dalam Sistem Hukum

March 5, 2025

Hukum yang mengatur (ius dispositivum) adalah peraturan hukum yang sifatnya tidak memaksa dan dapat disesuaikan atau diabaikan oleh para pihak yang terkait sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi atau kepentingan umum. Hukum ini memberikan kebebasan kepada individu atau pihak-pihak yang berkepentingan untuk menentukan sendiri bagaimana mereka ingin mengatur hubungan hukumnya.

Hukum yang mengatur sering ditemukan dalam hukum perdata, hukum kontrak, dan hukum dagang, di mana para pihak diberikan kebebasan untuk membuat kesepakatan sendiri selama tidak bertentangan dengan norma hukum yang bersifat memaksa.

Ciri-Ciri Hukum yang Mengatur

Hukum yang mengatur memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dari hukum yang bersifat memaksa (ius cogens), yaitu:

  1. Dapat Dikesampingkan

    • Para pihak dapat memilih untuk tidak mengikuti aturan ini jika mereka sudah membuat kesepakatan sendiri.
  2. Memberikan Fleksibilitas

    • Hukum ini memungkinkan adanya kebebasan dalam mengatur hubungan hukum sesuai dengan kesepakatan para pihak.
  3. Bersifat Pelengkap

    • Berlaku jika tidak ada ketentuan lain yang dibuat oleh para pihak dalam suatu perjanjian atau hubungan hukum.
  4. Tidak Mengandung Sanksi Keras

    • Jika dilanggar, biasanya hanya menimbulkan konsekuensi perdata, seperti kewajiban untuk membayar ganti rugi.

Contoh Hukum yang Mengatur dalam Sistem Hukum

Hukum yang mengatur dapat ditemukan dalam berbagai aspek hukum, terutama dalam hukum perdata dan bisnis. Berikut adalah beberapa contohnya:

  1. Hukum Kontrak

    • Dalam hukum perjanjian, jika para pihak tidak menentukan sendiri aturan tertentu, maka hukum yang mengatur akan berlaku.
    • Contoh: Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
  2. Hukum Waris

    • Jika seseorang meninggal dunia tanpa meninggalkan wasiat, maka pembagian waris akan mengikuti hukum yang mengatur.
    • Contoh: KUH Perdata Pasal 832 yang mengatur urutan ahli waris jika tidak ada wasiat.
  3. Hukum Jual Beli

    • Jika dalam perjanjian jual beli tidak disebutkan ketentuan pembayaran, maka hukum perdata yang mengatur pembayaran akan berlaku.
  4. Hukum Perusahaan

    • Jika dalam anggaran dasar suatu perusahaan tidak diatur mengenai mekanisme tertentu, maka hukum yang mengatur dalam undang-undang perseroan terbatas akan diberlakukan.
  5. Hukum Perbankan

    • Dalam perjanjian pinjaman antara bank dan nasabah, jika tidak ada kesepakatan mengenai denda keterlambatan pembayaran, maka ketentuan dalam hukum perbankan akan berlaku.

Kesimpulan

Hukum yang mengatur memberikan kebebasan kepada individu atau pihak yang terkait untuk membuat kesepakatan mereka sendiri, sehingga lebih fleksibel dalam penerapannya. Namun, jika tidak ada kesepakatan khusus, maka hukum yang mengatur akan berlaku sebagai pedoman.

Meskipun hukum ini memberikan kelonggaran, tetap ada batasan yang tidak boleh dilanggar, yaitu hukum yang bersifat memaksa. Oleh karena itu, dalam praktiknya, hukum yang mengatur sering berfungsi sebagai pelengkap untuk mengisi kekosongan dalam suatu hubungan hukum.

Leave a Comment