Fiscus dalam Istilah Hukum Pengertian, Peran, dan Tantangannya

Pengertian Fiscus dalam Hukum

Fiscus adalah istilah yang berasal dari bahasa Latin, yang secara harfiah berarti “keranjang” atau “peti uang.” Dalam konteks hukum modern, fiscus merujuk pada kas negara atau lembaga yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan negara, termasuk penerimaan dan pengeluaran dana publik. Di Indonesia, istilah ini sering dikaitkan dengan fungsi Direktorat Jenderal Pajak dan lembaga keuangan negara lainnya yang mengelola pendapatan dan pajak.

Secara historis, istilah fiscus digunakan pada masa Kekaisaran Romawi untuk mengacu pada kas pribadi kaisar yang terpisah dari kas negara. Saat ini, pengelolaan fiscus lebih bersifat institusional dan diatur oleh hukum untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.

Peran Fiscus dalam Hukum

1. Pengelolaan Penerimaan Negara
Fiscus berperan dalam mengelola penerimaan negara, terutama yang berasal dari pajak, bea, dan cukai. Pajak merupakan sumber pendapatan utama negara untuk membiayai program pembangunan dan pelayanan publik.

2. Penyelesaian Sengketa Pajak
Dalam konteks hukum pajak, fiscus sering berperan sebagai pihak dalam sengketa pajak antara wajib pajak dan negara. Pengadilan Pajak merupakan lembaga yang menangani kasus semacam ini.

3. Pendistribusian Dana Publik
Selain mengelola penerimaan, fiscus juga bertugas mendistribusikan dana untuk program-program pemerintah, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.

4. Penegakan Hukum Pajak
Fiscus memiliki wewenang untuk memastikan kepatuhan wajib pajak melalui tindakan penegakan hukum, termasuk pemeriksaan pajak, penyelidikan, dan pemberian sanksi.

Dasar Hukum Fiscus di Indonesia Pengelolaan keuangan negara, termasuk peran fiscus, diatur dalam berbagai undang-undang, seperti:

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Mengatur prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel.

2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (sebagaimana telah diubah beberapa kali)
Memberikan landasan hukum bagi fiscus dalam mengelola pajak dan menyelesaikan sengketa pajak.

3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Mengatur mekanisme penagihan pajak oleh fiscus terhadap wajib pajak yang tidak patuh.

Masalah yang Sering Terjadi Terkait Fiscus

1. Kurangnya Transparansi
Dalam beberapa kasus, pengelolaan keuangan negara oleh fiscus dianggap kurang transparan, yang dapat menimbulkan kecurigaan publik terhadap penyalahgunaan dana.

2. Sengketa Pajak yang Berkepanjangan
Sengketa antara wajib pajak dan fiscus sering kali memakan waktu lama untuk diselesaikan, yang dapat merugikan kedua belah pihak.

3. Ketidakpatuhan Wajib Pajak
Rendahnya tingkat kesadaran pajak di masyarakat menyebabkan banyak wajib pajak yang tidak melaporkan atau membayar pajak dengan benar, sehingga menambah beban kerja fiscus.

4. Korupsi dalam Pengelolaan Keuangan Negara
Penyalahgunaan wewenang oleh oknum yang bertugas di lembaga keuangan negara menjadi tantangan besar bagi integritas fiscus.

5. Teknologi dan Infrastruktur yang Belum Memadai
Sistem teknologi informasi yang kurang memadai dapat menghambat proses administrasi dan penegakan hukum oleh fiscus.

Kesimpulan

Fiscus memainkan peran penting dalam pengelolaan keuangan negara dan penegakan hukum pajak. Namun, untuk memastikan peran ini berjalan efektif, diperlukan transparansi, integritas, dan sistem yang memadai dalam pengelolaan keuangan negara. Dengan mengatasi masalah seperti kurangnya transparansi dan rendahnya kepatuhan pajak, fiscus dapat lebih maksimal dalam mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Leave a Comment