Istilah “sagendong sapikul” merupakan ungkapan tradisional yang sering digunakan untuk menggambarkan prinsip keseimbangan tanggung jawab antara dua pihak. Dalam konteks keluarga, istilah ini menggambarkan pembagian tanggung jawab yang adil antara suami dan istri. Konsep ini tidak hanya bermuatan filosofis tetapi juga relevan dengan hukum, khususnya hukum perkawinan dan keluarga.
Makna Sagendong Sapikul
Dalam keluarga, “sagendong sapikul” mengacu pada pembagian peran antara suami dan istri yang saling melengkapi. Suami dan istri memiliki tanggung jawab bersama dalam membangun rumah tangga, namun pembagian tanggung jawab tersebut harus didasarkan pada prinsip kesetaraan dan saling membantu.
1. Sagendong: Peran Suami
Dalam tradisi maupun hukum, suami sering diibaratkan sebagai “kepala rumah tangga” yang memikul tanggung jawab besar dalam mencari nafkah. Kewajiban ini ditegaskan dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, yang menyatakan bahwa suami wajib melindungi istrinya dan menyediakan kebutuhan keluarga sesuai kemampuannya.
2. Sapikul: Peran Istri
Sebagai pasangan, istri memiliki tanggung jawab untuk mengelola rumah tangga dan memberikan dukungan emosional serta moral kepada suami. Namun, peran ini tidak bersifat kaku. Dalam perkembangan modern, istri juga dapat mengambil peran sebagai pencari nafkah, sejauh hal tersebut disepakati bersama. Hukum mengakomodasi fleksibilitas ini, sebagaimana tercermin dalam pengakuan atas kesetaraan hak antara suami dan istri dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019.
Keseimbangan dalam Hukum Perkawinan
Hukum perkawinan di Indonesia menekankan keseimbangan antara suami dan istri dalam menjalankan hak dan kewajiban mereka. Pasal 33 UU Perkawinan menyebutkan bahwa suami dan istri wajib saling mencintai, menghormati, setia, dan memberikan bantuan lahir dan batin. Hal ini menunjukkan bahwa konsep “sagendong sapikul” sangat relevan dengan asas perkawinan yang berlandaskan kerja sama.
Namun, hukum juga memberikan ruang fleksibilitas bagi pasangan untuk menentukan pembagian tugas berdasarkan kesepakatan bersama. Misalnya, dalam keluarga modern, pembagian tanggung jawab seperti pekerjaan rumah tangga atau pencarian nafkah dapat disesuaikan dengan kondisi ekonomi atau preferensi masing-masing pasangan.
Masalah yang Sering Muncul Berkaitan dengan Sagendong Sapikul
Walaupun “sagendong sapikul” menggambarkan idealisme tentang keseimbangan, dalam praktiknya sering terjadi ketimpangan yang dapat memicu konflik dalam rumah tangga. Beberapa masalah yang sering muncul antara lain:
1. Ketimpangan Tanggung Jawab
Seringkali, salah satu pihak merasa memikul beban yang lebih besar, baik dalam mencari nafkah maupun mengurus rumah tangga. Misalnya, istri yang bekerja di luar rumah tetap dibebani pekerjaan rumah tangga tanpa pembagian tugas yang adil dengan suami.
2. Kurangnya Kesadaran atas Hak dan Kewajiban
Ketidaktahuan tentang hak dan kewajiban masing-masing pasangan sering kali menjadi penyebab utama konflik. Suami atau istri yang tidak memahami peran mereka secara hukum dapat menimbulkan ketidakharmonisan.
3. Dominasi Salah Satu Pihak
Dalam beberapa kasus, salah satu pihak cenderung mendominasi dan memaksakan peran tertentu kepada pasangannya. Misalnya, suami melarang istri untuk bekerja atau mengabaikan hak istri dalam pengelolaan keuangan keluarga.
4. Konflik dalam Pengelolaan Keuangan
Keuangan sering menjadi sumber perselisihan dalam rumah tangga. Ketidaktransparanan dalam penggunaan keuangan keluarga dapat menyebabkan rasa ketidakadilan dan keretakan hubungan suami istri.
Kesimpulan
Prinsip “sagendong sapikul” mencerminkan pentingnya keseimbangan dalam hubungan suami istri, baik secara moral maupun hukum. Dalam praktiknya, pasangan suami istri harus berkomunikasi dengan baik untuk menentukan pembagian tugas yang adil dan saling menghormati peran masing-masing.
Namun, dalam realitas, ketidakseimbangan tanggung jawab sering kali menjadi sumber konflik. Oleh karena itu, penting bagi pasangan untuk memahami hak dan kewajiban mereka berdasarkan hukum, serta tidak ragu untuk meminta bantuan konselor pernikahan atau ahli hukum keluarga jika diperlukan. Dengan demikian, prinsip “sagendong sapikul” dapat benar-benar diterapkan untuk menciptakan keluarga yang harmonis dan sejahtera.