Pengertian Pressie dalam Hukum
Pressie adalah istilah hukum yang berasal dari bahasa Belanda yang berarti paksaan atau tekanan fisik maupun psikis yang dilakukan secara melawan hukum. Dalam konteks hukum pidana, pressie merujuk pada tindakan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, yang seharusnya berada dalam kebebasan kehendaknya sendiri. Pressie biasanya dilakukan melalui ancaman kekerasan, penggunaan kekuatan fisik, atau tekanan psikologis berat yang membuat korban tidak memiliki pilihan rasional untuk menolak atau mempertahankan haknya.
Pressie dan Unsur Paksaan dalam KUHP
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia, konsep pressie berkaitan erat dengan unsur paksaan yang ditemukan dalam beberapa tindak pidana, seperti pemerasan (afpersing) yang diatur dalam Pasal 368 KUHP. Dalam pemerasan, pelaku menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memaksa korban menyerahkan barang atau haknya. Dalam konteks ini, pressie menjadi unsur utama yang membedakan pemerasan dari bentuk pencurian biasa. Pressie juga sering muncul dalam kasus pemaksaan hubungan seksual atau perdagangan orang, di mana korban dipaksa dengan kekerasan fisik atau ancaman yang menciptakan ketidakberdayaan total.
Perbedaan Pressie dan Dwang
Istilah pressie sering disandingkan dengan istilah dwang, yang juga berarti paksaan. Namun, terdapat perbedaan esensial antara keduanya.
1. Pressie umumnya menekankan pada paksaan fisik langsung yang bersifat kasat mata, seperti pemukulan, penyekapan, atau ancaman senjata.
2. Dwang, di sisi lain, lebih luas mencakup paksaan psikis atau tekanan mental yang tidak selalu melibatkan kekerasan fisik, melainkan intimidasi yang membuat seseorang kehilangan kemerdekaan berpikir dan bertindak.
Dalam praktik hukum, pressie dianggap lebih berat karena langsung menyentuh kebebasan fisik seseorang, sementara dwang lebih condong ke manipulasi kehendak melalui tekanan mental.
Pressie dalam Konteks Pembuktian
Dalam proses pembuktian pidana, membuktikan adanya pressie seringkali memerlukan bukti medis atau visum et repertum untuk menunjukkan adanya luka fisik akibat kekerasan. Selain itu, keterangan korban dan saksi yang menyaksikan tindakan paksaan tersebut juga sangat penting. Jika pressie terjadi dalam bentuk ancaman senjata, maka alat bukti berupa senjata juga menjadi elemen kunci. Dalam perkara yang melibatkan korporasi atau pejabat berwenang, pressie bisa berbentuk abuse of power, yaitu penyalahgunaan kewenangan untuk memaksa pihak lain melakukan sesuatu di luar kehendaknya.
Pressie dan Pengakuan yang Tidak Sah
Dalam sistem hukum acara pidana, khususnya dalam proses penyidikan, penggunaan pressie dilarang keras. Pasal 117 ayat (1) KUHAP mengatur bahwa keterangan tersangka harus diberikan secara sukarela tanpa tekanan, paksaan, atau intimidasi. Jika pengakuan atau keterangan diperoleh melalui pressie, maka keterangan tersebut dianggap tidak sah dan tidak bernilai pembuktian. Larangan penggunaan pressie dalam pemeriksaan ini merupakan bagian dari perlindungan hak asasi tersangka dalam sistem peradilan pidana yang modern.
Kasus-Kasus Nyata yang Melibatkan Pressie
Dalam sejarah peradilan Indonesia, pressie sering muncul dalam kasus-kasus yang melibatkan penyiksaan oleh aparat penegak hukum. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) beberapa kali menemukan bahwa dalam kasus kriminalisasi atau rekayasa kasus, tersangka dipaksa mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya melalui penyiksaan fisik dan psikis. Praktik seperti ini bukan hanya melanggar KUHAP, tetapi juga bertentangan dengan Prinsip-Prinsip Dasar Perlindungan Hak Asasi Manusia yang dijamin dalam konstitusi dan berbagai peraturan internasional yang telah diratifikasi Indonesia.
Kesimpulan
Pressie merupakan bentuk paksaan fisik atau psikis yang melawan hukum, yang dapat muncul dalam berbagai konteks pidana, mulai dari pemerasan, penyiksaan, hingga pemaksaan pengakuan. Dalam sistem hukum pidana Indonesia, pressie dianggap sebagai tindakan yang merusak prinsip kebebasan kehendak yang dilindungi oleh hukum. Oleh karena itu, setiap tindakan hukum yang dilandasi oleh pressie berpotensi batal demi hukum, dan pelakunya dapat dikenai sanksi pidana sesuai ketentuan yang berlaku. Memahami konsep pressie penting bagi setiap pencari keadilan agar mereka mampu melindungi hak-haknya dari segala bentuk tekanan dan paksaan melawan hukum.