Precedent sebagai Sumber Hukum dan Pedoman Putusan Pengadilan di Indonesia

March 7, 2025

Pengertian Precedent dalam Hukum

Precedent adalah istilah hukum yang berasal dari sistem common law, yang merujuk pada putusan pengadilan terdahulu yang dijadikan acuan atau pedoman dalam memutus perkara serupa di masa mendatang. Dalam sistem hukum yang menganut doktrin stare decisis, seperti di Inggris dan Amerika Serikat, precedent memiliki kekuatan mengikat bagi pengadilan tingkat lebih rendah atau pengadilan dengan yurisdiksi yang sama. Artinya, jika ada kasus baru yang memiliki persoalan hukum yang sama, maka hakim wajib mengikuti putusan yang telah dibuat sebelumnya. Precedent dalam konteks ini menjadi sumber hukum utama yang membentuk konsistensi dan kepastian hukum.

Precedent dalam Sistem Hukum Indonesia

Meskipun Indonesia menganut sistem hukum civil law yang lebih mengutamakan undang-undang tertulis (codified law), namun konsep precedent tetap dikenal dan dipraktikkan dalam bentuk yang lebih lunak. Di Indonesia, precedent lebih dikenal dengan istilah yurisprudensi, yaitu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan dijadikan rujukan dalam memutus perkara serupa. Namun, berbeda dengan negara common law, yurisprudensi di Indonesia tidak bersifat mengikat secara absolut, melainkan bersifat persuasive. Artinya, hakim boleh menjadikan yurisprudensi sebagai pedoman, tetapi tidak wajib jika merasa pertimbangan hukum lain lebih relevan.

Fungsi Precedent dalam Peradilan Indonesia

Meskipun tidak mengikat secara formal, precedent atau yurisprudensi di Indonesia tetap memiliki peran penting dalam pembentukan hukum, yaitu:

1. Menjaga konsistensi putusan dalam perkara-perkara sejenis, sehingga mengurangi disparitas putusan yang berlebihan.

2. Memberikan arah interpretasi hukum bagi hakim ketika berhadapan dengan kekosongan hukum (rechtsvacuum) atau ketidakjelasan norma hukum.

3. Menciptakan prediktabilitas hukum sehingga masyarakat dan para pencari keadilan dapat memperkirakan bagaimana suatu perkara akan diputuskan berdasarkan kasus-kasus sebelumnya.

Contoh nyata dari penerapan precedent di Indonesia dapat dilihat dalam kasus-kasus perdata yang berulang, seperti sengketa wanprestasi, perbuatan melawan hukum (PMH), atau perkara waris. Ketika menghadapi kasus yang serupa, hakim sering merujuk pada putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap, khususnya putusan yang diterbitkan dalam Kompilasi Yurisprudensi.

Perbedaan Precedent dan Yurisprudensi

Meskipun sering dianggap sama, secara doktrinal terdapat perbedaan mendasar antara precedent dalam sistem common law dan yurisprudensi dalam sistem civil law Indonesia. Precedent dalam common law bersifat mengikat (binding) sehingga hakim tidak memiliki ruang diskresi yang luas. Sementara di Indonesia, yurisprudensi hanya bersifat membimbing (persuasive authority), yang berarti hakim memiliki kebebasan untuk mengikuti atau mengabaikan yurisprudensi tergantung pada konteks hukum yang dihadapi.

Selain itu, proses pembentukan precedent di common law sangat tergantung pada argumentasi hakim dan analisis kasus per kasus, sementara di Indonesia, yurisprudensi baru memiliki bobot yang kuat jika telah berkali-kali diikuti dalam berbagai putusan pengadilan, khususnya di tingkat Mahkamah Agung.

Precedent sebagai Upaya Mengisi Kekosongan Hukum

Salah satu peran penting precedent di Indonesia adalah mengisi kekosongan hukum (rechtsvacuum). Dalam beberapa perkara, undang-undang yang berlaku tidak secara eksplisit mengatur persoalan yang sedang diperiksa. Di sinilah yurisprudensi berfungsi sebagai penafsir hukum yang hidup (judge-made law), di mana putusan pengadilan terdahulu dijadikan sumber hukum tidak tertulis yang melengkapi kekurangan dalam regulasi yang ada.

Kesimpulan

Precedent dalam sistem hukum Indonesia dikenal dalam bentuk yurisprudensi, yang meskipun tidak bersifat mengikat secara mutlak, tetap memiliki nilai penting dalam menjaga konsistensi dan kepastian hukum. Sebagai sumber hukum sekunder, precedent membantu hakim menemukan keadilan substantif di tengah keterbatasan norma tertulis. Dengan demikian, meskipun Indonesia tidak menganut sistem common law, peran precedent tetap relevan dan berkembang seiring kebutuhan praktik hukum di pengadilan. Pemahaman yang baik tentang precedent akan membantu para pencari keadilan, advokat, dan akademisi hukum dalam menyusun argumentasi hukum yang lebih kuat dan kontekstual.

Leave a Comment