Pessimisme dalam Perspektif Hukum Sikap Skeptis terhadap Efektivitas Keadilan dan Penegakan Hukum

March 6, 2025

Pengertian Pessimisme

Pessimisme adalah istilah yang berasal dari bahasa Latin, yaitu pessimus, yang berarti paling buruk. Dalam konteks umum, pessimisme merujuk pada pandangan atau sikap mental yang cenderung melihat segala sesuatu dari sisi negatif, meyakini bahwa segala upaya atau tindakan akan berakhir buruk, serta meragukan hasil positif dari sebuah proses. Dalam kajian hukum, istilah pessimisme banyak digunakan untuk menggambarkan keraguan masyarakat atau bahkan ahli hukum sendiri terhadap efektivitas hukum dalam mewujudkan keadilan. Pessimisme hukum ini berakar dari pengalaman empirik, di mana hukum dianggap sering kali tidak mampu melindungi hak-hak masyarakat kecil, atau justru menjadi alat kepentingan kelompok tertentu yang memiliki kekuatan politik dan ekonomi lebih besar.

Pessimisme dalam hukum bukan hanya mencerminkan sikap masyarakat terhadap aparat penegak hukum, tetapi juga meluas hingga menyentuh substansi hukum itu sendiri, yang kerap dipandang tidak responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Hal ini misalnya terlihat dalam proses legislasi yang tidak partisipatif, penegakan hukum yang tebang pilih, serta ketidakpastian hukum akibat tumpang tindih regulasi. Semua kondisi ini membentuk pandangan bahwa hukum tidak lagi menjadi instrumen keadilan, melainkan sekadar alat formalitas yang keberpihakannya dapat dipengaruhi oleh kekuasaan dan uang.

Pessimisme Hukum di Indonesia

Di Indonesia, pessimisme terhadap hukum menjadi isu yang terus mengemuka seiring dengan banyaknya kasus korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, serta ketidakadilan hukum yang dialami rakyat kecil. Fenomena tajam ke bawah, tumpul ke atas menjadi cermin nyata bagaimana hukum cenderung keras terhadap masyarakat kecil, tetapi lembek ketika berhadapan dengan elite atau kelompok berkuasa. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak lagi percaya bahwa hukum adalah tempat mencari keadilan, melainkan justru wadah ketidakadilan itu sendiri.

Pessimisme ini semakin kuat saat masyarakat merasakan langsung lemahnya penegakan hukum, terutama dalam kasus-kasus pelanggaran HAM, konflik agraria, dan kejahatan lingkungan. Hukum dianggap tidak berpihak pada rakyat, melainkan justru melindungi kepentingan korporasi besar dan kelompok elite ekonomi-politik. Akibatnya, banyak kelompok masyarakat memilih jalur di luar hukum, seperti demonstrasi besar-besaran, aksi langsung, hingga praktik vigilantisme, karena sudah tidak percaya pada jalur formal hukum.

Antara Pessimisme dan Kritik Konstruktif

Meski kesan pessimisme terhadap hukum terkesan negatif, dalam konteks akademik, sikap ini bisa diubah menjadi kritik konstruktif yang penting untuk perbaikan sistem hukum. Pessimisme yang lahir dari kegagalan sistem hukum justru menjadi cermin reflektif bagi para pembentuk kebijakan hukum dan penegak hukum untuk melakukan evaluasi mendalam. Jika tidak direspons, pessimisme hukum yang dibiarkan justru akan melahirkan anomi, yaitu keadaan di mana masyarakat tidak lagi menghormati hukum, karena dianggap tidak relevan dan tidak bermakna bagi kehidupan mereka.

Maka, tantangan bagi pembentuk hukum dan penegak hukum di Indonesia adalah memecah lingkaran pessimisme ini, dengan membangun sistem hukum yang benar-benar mencerminkan rasa keadilan masyarakat. Hukum harus kembali ditempatkan sebagai panglima, bukan sekadar alat politik atau dagangan hukum bagi elite kekuasaan. Ketika masyarakat melihat adanya penegakan hukum yang jujur, adil, dan transparan, maka secara perlahan pessimisme akan bergeser menjadi optimisme hukum.

Kesimpulan

Pessimisme dalam konteks hukum adalah sikap skeptis masyarakat terhadap efektivitas hukum dalam mewujudkan keadilan. Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di banyak negara dengan tingkat korupsi tinggi dan sistem hukum yang lemah. Di Indonesia sendiri, pessimisme hukum tumbuh dari pengalaman nyata ketidakadilan, baik di tingkat penyusunan regulasi, implementasi hukum, maupun penegakan hukum. Meski berkonotasi negatif, pessimisme hukum tetap bisa menjadi alarm penting bagi pembaruan hukum ke arah yang lebih baik, jika direspon dengan cara reformasi hukum yang sungguh-sungguh dan berorientasi pada keadilan substantif, bukan sekadar formalitas prosedural belaka.

Leave a Comment