Persisteren sebagai Sikap Teguh dalam Proses Penuntutan Pidana Menurut Hukum

March 6, 2025

Pengertian Persisteren

Persisteren adalah istilah hukum yang berasal dari bahasa Belanda, yang berarti bersikeras melanjutkan penuntutan atau tetap teguh mempertahankan dakwaan meskipun terdapat kendala atau tekanan yang muncul selama proses peradilan. Dalam konteks hukum pidana, persisteren merujuk pada sikap jaksa penuntut umum yang memutuskan untuk tetap meneruskan perkara ke persidangan meskipun terdakwa mengajukan keberatan (eksepsi), atau terdapat tekanan dari berbagai pihak untuk menghentikan perkara tersebut. Dengan kata lain, persisteren adalah bentuk keteguhan jaksa dalam memperjuangkan dakwaan dan tuntutan berdasarkan keyakinan bahwa terdakwa memang patut dimintai pertanggungjawaban pidana.

Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, persisteren menjadi cerminan dari independensi dan profesionalitas jaksa dalam menjalankan fungsi penuntutan. Hal ini selaras dengan asas dominus litis, yaitu prinsip bahwa jaksa memiliki kendali penuh atas perkara pidana yang sudah dilimpahkan ke pengadilan. Jaksa sebagai pemegang kewenangan penuntutan tidak boleh begitu saja menarik atau menghentikan perkara hanya karena ada tekanan politik, lobi pihak berkuasa, atau kepentingan di luar hukum. Sikap persisteren menunjukkan bahwa jaksa berpegang teguh pada fakta hukum dan alat bukti, sehingga dakwaan yang diajukan benar-benar didasarkan pada keyakinan hukum yang objektif dan profesional.

Persisteren dalam Praktik Peradilan Pidana di Indonesia

Di Indonesia, sikap persisteren sering kali diuji dalam kasus-kasus besar yang menyita perhatian publik, seperti kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi, kasus pelanggaran HAM berat, atau perkara yang sarat dimensi politik. Dalam kondisi seperti ini, jaksa kerap dihadapkan pada dilema: melanjutkan perkara sesuai keyakinan profesionalnya atau mengikuti tekanan eksternal yang menghendaki perkara tersebut dihentikan atau diarahkan ke jalan damai di luar pengadilan. Di sinilah makna persisteren menjadi sangat penting, karena menunjukkan seberapa kuat komitmen kejaksaan dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

Sikap persisteren juga relevan dalam penanganan perkara yang berlarut-larut akibat berbagai manuver hukum dari pihak terdakwa, misalnya melalui pengajuan eksepsi berulang kali, praperadilan yang terus-menerus, hingga upaya menggiring opini publik yang menyudutkan jaksa. Dalam situasi semacam ini, jaksa yang bersikap persisteren akan tetap kukuh mempertahankan dakwaan dan melanjutkan pembuktian di persidangan, karena percaya bahwa dakwaan yang disusun telah memenuhi syarat formil dan materiil, serta didukung bukti yang kuat.

Persisteren dan Keadilan Substantif

Persisteren bukan sekadar sikap keras kepala atau keengganan mundur, tetapi merupakan bentuk komitmen moral dan profesional untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan melalui jalur hukum yang sah. Dalam konteks penegakan hukum yang berkeadilan, sikap persisteren harus dilandasi integritas tinggi, bukan semata-mata keinginan untuk menang perkara, apalagi demi ambisi pribadi atau kepentingan politik tertentu. Persisteren yang sehat adalah persisteren yang berbasis pada bukti, logika hukum, dan rasa keadilan masyarakat.

Sebaliknya, jika persisteren dilakukan secara membabi buta tanpa mempertimbangkan fakta baru yang mengungkap ketidakbersalahan terdakwa, maka sikap persisteren semacam itu justru bertentangan dengan asas fair trial dan prinsip due process of law. Oleh karena itu, persisteren yang ideal adalah sikap teguh yang terukur, di mana jaksa bersikap tegas membela dakwaan, namun tetap terbuka terhadap fakta-fakta baru yang relevan dan berpotensi membuktikan ketidakbersalahan terdakwa.

Kesimpulan

Persisteren adalah sikap teguh dan konsisten yang ditunjukkan oleh jaksa penuntut umum dalam mempertahankan dakwaan dan melanjutkan proses penuntutan pidana, meskipun menghadapi tekanan atau upaya penggembosan perkara. Dalam sistem peradilan pidana yang sehat, persisteren sangat penting untuk menjaga independensi kejaksaan, mencegah intervensi politik dalam proses hukum, serta memastikan bahwa setiap perkara diproses berdasarkan hukum, fakta, dan keadilan. Namun, persisteren yang baik harus tetap dijalankan secara proporsional, transparan, dan menghormati prinsip hak asasi manusia dan fair trial, agar hukum benar-benar hadir sebagai penjaga keadilan, bukan alat balas dendam atau sekadar panggung kekuasaan.

Leave a Comment