Pengertian Orok dalam Hukum
Dalam bahasa Indonesia, orok merujuk pada bayi yang baru lahir. Meski istilah ini lebih sering digunakan dalam konteks sosial atau budaya, orok juga memiliki dimensi hukum yang penting, khususnya terkait hak-hak anak sejak lahir dan perlindungan hukum bagi bayi baru lahir. Dalam sistem hukum Indonesia, perlindungan terhadap orok sudah dimulai sejak dalam kandungan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak serta Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang mengatur mengenai status keperdataan seorang anak.
Status Hukum Orok sebagai Subjek Hukum
Dalam perspektif hukum perdata, orok dianggap sebagai subjek hukum sejak dilahirkan dalam keadaan hidup. Ini berarti seorang bayi yang baru lahir langsung memiliki hak-hak keperdataan, seperti hak atas nama, hak waris, hak atas pengasuhan, hingga hak untuk mendapatkan akta kelahiran. Namun, hukum juga memberikan pengakuan khusus kepada janin yang masih berada dalam kandungan, terutama terkait hak waris dan perlindungan terhadap keselamatan fisiknya. Dengan demikian, meski belum lahir, calon orok sudah memiliki perlindungan hukum tertentu.
Perlindungan Hukum bagi Orok dalam Hukum Pidana
Dalam konteks hukum pidana, orok memiliki perlindungan khusus dari segala bentuk kekerasan dan kejahatan, termasuk tindak penelantaran bayi, aborsi ilegal, dan pembuangan bayi. Pasal 305 hingga 308 KUHP mengatur ancaman pidana bagi siapa saja yang dengan sengaja menelantarkan atau membuang bayi yang baru lahir, apalagi jika tindakan tersebut mengakibatkan kematian bayi tersebut. Selain itu, Undang-Undang Perlindungan Anak juga mempertegas bahwa orok, sebagai bagian dari anak yang lahir, berhak mendapatkan perlindungan penuh dari negara, orang tua, dan masyarakat.
Hak Keperdataan Orok Menurut Hukum Keluarga
Dalam hukum keluarga, kelahiran orok membawa konsekuensi hukum terhadap status hukum dan hubungan keperdataan antara bayi, orang tua, dan keluarga besarnya. Orok yang lahir dalam perkawinan yang sah otomatis mendapatkan status anak sah, lengkap dengan hak waris, hak pengasuhan, dan hak identitas. Sementara itu, orok yang lahir di luar perkawinan yang sah tetap diakui memiliki hak keperdataan terhadap ibunya, dan dalam perkembangan hukum modern, juga berpotensi memiliki hubungan hukum dengan ayah biologisnya, sebagaimana ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010.
Kesimpulan
Dalam perspektif hukum, orok bukan sekadar bayi baru lahir, melainkan juga subjek hukum yang dilindungi penuh oleh sistem hukum Indonesia. Sejak lahir, bahkan sejak masih dalam kandungan, seorang orok memiliki hak-hak keperdataan, perlindungan fisik, hingga hak atas identitas dan pengasuhan. Perlindungan hukum terhadap orok mencerminkan komitmen negara dalam menjamin hak anak sebagai bagian dari hak asasi manusia yang wajib dihormati dan dilindungi oleh semua pihak. Dengan memahami posisi hukum orok, kita semakin menyadari bahwa perlindungan hukum terhadap manusia dimulai sejak detik pertama kehidupannya.