Pendahuluan
Dalam kajian hukum internasional, istilah oorlogsrecht memiliki makna yang sangat fundamental. Oorlogsrecht adalah istilah dalam bahasa Belanda yang berarti hukum perang. Istilah ini mengacu pada seluruh aturan hukum yang mengatur bagaimana perang harus dilakukan, siapa yang dilindungi, bagaimana perlindungan itu dijamin, serta larangan-larangan selama konflik bersenjata berlangsung. Meskipun perang adalah situasi penuh kekerasan, tetapi hukum tetap berperan penting dalam membatasi tindakan-tindakan selama peperangan agar tetap beradab dan menghormati hak asasi manusia serta kemanusiaan.
Pengertian Oorlogsrecht
Secara konseptual, oorlogsrecht adalah cabang dari hukum internasional publik yang khusus mengatur perilaku para pihak yang berperang (kombatan), perlindungan bagi mereka yang tidak terlibat langsung dalam pertempuran, serta pembatasan senjata dan taktik perang yang boleh digunakan. Oorlogsrecht sering juga disebut sebagai hukum humaniter internasional atau international humanitarian law (IHL).
Oorlogsrecht menjadi bagian penting dari sistem hukum internasional karena adanya kesadaran bahwa meskipun perang tak terhindarkan dalam sejarah hubungan antarnegara, perang tidak boleh dilakukan tanpa batasan. Prinsip dasar yang melandasi oorlogsrecht adalah perlindungan kemanusiaan (humanity) di tengah konflik, serta keseimbangan antara kebutuhan militer dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Ruang Lingkup Oorlogsrecht
Oorlogsrecht mencakup beberapa aspek penting yang mengatur berbagai sisi dalam peperangan, antara lain:
Pertama, Perlindungan terhadap penduduk sipil. Dalam setiap konflik bersenjata, warga sipil tidak boleh menjadi sasaran serangan langsung. Oorlogsrecht mewajibkan semua pihak untuk membedakan antara kombatan dan non-kombatan, serta melarang penggunaan senjata atau metode yang tidak mampu membedakan keduanya.
Kedua, Perlindungan terhadap kombatan yang sudah tidak lagi ikut berperang, seperti tawanan perang, luka parah, atau orang sakit. Mereka harus diperlakukan secara manusiawi, tanpa penyiksaan, penghinaan, atau bentuk perlakuan kejam lainnya. Ketentuan ini diatur rinci dalam Konvensi Jenewa 1949.
Ketiga, Pembatasan senjata dan metode perang. Oorlogsrecht melarang penggunaan senjata yang bersifat kejam berlebihan, senjata kimia dan biologi, serta metode perang yang menyebabkan penderitaan yang tidak perlu. Penggunaan senjata pemusnah massal (weapons of mass destruction) juga mendapat perhatian ketat dari hukum perang modern.
Keempat, Larangan kejahatan perang. Semua tindakan yang melanggar prinsip dasar oorlogsrecht, seperti pembunuhan warga sipil secara sengaja, penyanderaan, pemerkosaan sistematis dalam perang, hingga penggunaan warga sipil sebagai tameng hidup, dikategorikan sebagai kejahatan perang. Pelaku dari kejahatan ini, baik individu militer maupun sipil yang bertanggung jawab, dapat diadili di Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Hubungan antara Oorlogsrecht dan Hukum Perdamaian
Meskipun berfokus pada aturan saat perang berlangsung, oorlogsrecht tidak dapat dipisahkan dari hukum perdamaian internasional atau jus ad bellum, yaitu hukum yang mengatur kapan perang boleh dilakukan. Oorlogsrecht sendiri lebih berkaitan dengan jus in bello, yaitu aturan-aturan di dalam perang itu sendiri.
Artinya, meski sebuah negara memulai perang dengan cara yang melanggar hukum, misalnya agresi militer tanpa dasar sah, negara tersebut tetap wajib mematuhi ketentuan oorlogsrecht. Pelanggaran oorlogsrecht tidak bisa dibenarkan dengan alasan bahwa perang itu sendiri sudah tidak sah. Konsep inilah yang menegaskan bahwa kemanusiaan tidak boleh dikorbankan dalam situasi apapun, termasuk dalam perang yang dianggap sah menurut hukum internasional.
Oorlogsrecht dalam Konflik Modern
Perkembangan teknologi militer dan munculnya jenis konflik baru, seperti perang asimetris dan perang siber, menantang penerapan oorlogsrecht di abad ke-21. Misalnya, bagaimana menerapkan prinsip perlindungan sipil dalam serangan drone lintas batas, atau bagaimana mengatur serangan siber yang merusak infrastruktur sipil seperti rumah sakit atau jaringan air bersih.
Selain itu, munculnya kelompok bersenjata non-negara yang beroperasi lintas negara juga memperumit penerapan oorlogsrecht. Meskipun oorlogsrecht klasik mengatur konflik antarnegara, tetapi dalam perkembangannya, ketentuan hukum humaniter internasional juga diperluas untuk mencakup konflik bersenjata non-internasional, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 bersama Konvensi Jenewa serta Protokol Tambahan II.
Tanggung Jawab Negara dan Individu atas Pelanggaran Oorlogsrecht
Ketika pelanggaran oorlogsrecht terjadi, baik negara maupun individu yang terlibat dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. Negara bisa diminta tanggung jawab internasional atas tindakan angkatan bersenjatanya, sementara individu, baik pemimpin politik, komandan militer, maupun prajurit, bisa diproses secara pidana atas kejahatan perang yang dilakukan.
Dalam konteks ini, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) berperan sebagai lembaga yudisial global yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili individu pelaku kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida. Sementara itu, penyelesaian tanggung jawab antarnegara dapat dilakukan melalui forum Mahkamah Internasional (ICJ).
Kesimpulan
Oorlogsrecht adalah pilar utama dalam mengatur perilaku manusia di medan perang, memastikan bahwa meskipun perang terjadi, prinsip-prinsip kemanusiaan tetap dijunjung tinggi. Sebagai bagian dari hukum humaniter internasional, oorlogsrecht menegaskan bahwa kekerasan bersenjata harus tunduk pada hukum dan moralitas. Dalam konteks dunia modern yang penuh ketegangan geopolitik dan berkembangnya senjata canggih, pemahaman dan penerapan oorlogsrecht semakin krusial untuk mencegah eskalasi kekejaman dan memastikan keadilan bagi korban perang. Menghormati dan menerapkan oorlogsrecht bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga tanggung jawab moral bagi seluruh komunitas internasional.