Onvervolgbaar Pengertian, Dasar Hukum, dan Implikasinya dalam Sistem Peradilan

March 3, 2025

Pendahuluan

Dalam dunia hukum, terdapat berbagai istilah yang berasal dari bahasa asing, salah satunya adalah onvervolgbaar. Istilah ini sering ditemukan dalam hukum pidana di Indonesia, khususnya berkaitan dengan kewenangan penuntutan oleh jaksa. Pemahaman yang mendalam tentang onvervolgbaar menjadi penting bagi mahasiswa hukum, praktisi, maupun masyarakat umum agar memahami bagaimana proses hukum bekerja ketika perkara dinyatakan tidak dapat dituntut.

Pengertian Onvervolgbaar

Secara harfiah, onvervolgbaar berasal dari bahasa Belanda yang berarti tidak dapat dituntut. Dalam konteks hukum pidana, istilah ini merujuk pada keadaan di mana suatu perkara pidana tidak dapat dilanjutkan ke tahap penuntutan karena alasan-alasan tertentu. Biasanya, status onvervolgbaar diberikan oleh jaksa setelah mempertimbangkan ketentuan hukum yang berlaku serta keadaan yang menyelimuti perkara tersebut.

Dasar Hukum Onvervolgbaar

Konsep onvervolgbaar memiliki keterkaitan erat dengan prinsip opportuniteitsbeginsel (asas oportunitas) yang diatur dalam Pasal 35 huruf c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Asas ini memberikan kewenangan kepada Jaksa Agung untuk menghentikan perkara demi kepentingan umum. Meskipun tidak disebutkan secara eksplisit menggunakan istilah onvervolgbaar, konsep ini menjadi salah satu manifestasi dari kewenangan tersebut.

Selain itu, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juga mengatur bahwa penuntutan perkara pidana dapat dihentikan karena alasan tertentu, misalnya ne bis in idem, daluwarsa, perdamaian (afdoening buiten proces), atau karena tidak cukup bukti yang kuat. Dalam kondisi tersebut, status onvervolgbaar dapat diterapkan.

Alasan Penerapan Status Onvervolgbaar

Beberapa alasan umum yang melatarbelakangi penetapan status onvervolgbaar antara lain:

1. Kurangnya alat bukti yang cukup untuk membuktikan perbuatan pidana.

2. Pelaku telah meninggal dunia, sehingga penuntutan menjadi tidak relevan.

3. Kasus telah kedaluwarsa sesuai dengan ketentuan hukum pidana.

4. Adanya perdamaian yang sah antara pelaku dan korban dalam kasus tertentu yang memungkinkan penghentian perkara.

5.  Aspek kepentingan umum lebih diutamakan, misalnya dalam konteks menjaga stabilitas sosial-politik.

Implikasi Pemberian Status Onvervolgbaar

Ketika suatu perkara dinyatakan onvervolgbaar, maka jaksa tidak lagi melanjutkan proses penuntutan di pengadilan. Implikasi hukumnya antara lain:

1. Tersangka bebas dari ancaman pidana dalam perkara tersebut.

2. Status ini dapat bersifat final, kecuali ditemukan bukti baru yang signifikan.

3. Meningkatkan efisiensi sistem peradilan pidana, terutama pada perkara yang dianggap kurang memiliki urgensi tinggi.

Namun, pemberian status ini juga berpotensi menimbulkan kontroversi, terutama jika publik menilai ada campur tangan politik atau ketidakadilan dalam penghentian perkara. Oleh karena itu, penerapan onvervolgbaar harus didasarkan pada alasan yang kuat dan transparan.

Kesimpulan

Onvervolgbaar adalah konsep hukum yang sangat penting dalam sistem peradilan pidana. Istilah ini menggambarkan kondisi di mana suatu perkara tidak dapat dituntut lebih lanjut oleh jaksa karena alasan hukum maupun pertimbangan khusus lainnya. Dengan memahami konsep ini, kita dapat lebih memahami bagaimana hukum pidana tidak hanya sekadar proses mekanis, tetapi juga mempertimbangkan aspek keadilan substantif serta kepentingan umum.

Leave a Comment