Pengertian Pupil dalam Hukum dan Relevansinya dalam Hubungan Perwalian
Pupil merupakan istilah hukum yang merujuk kepada anak di bawah umur yang berada dalam pengawasan atau perlindungan wali. Dalam konteks hukum Belanda yang menjadi salah satu sumber sejarah hukum Indonesia, pupil digunakan untuk menyebut individu yang belum dewasa secara hukum dan belum memiliki kapasitas hukum penuh untuk bertindak atas namanya sendiri. Dalam sistem hukum Indonesia saat ini, konsep pupil dapat disamakan dengan anak di bawah umur yang berada dalam kekuasaan orang tua atau wali, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan juga dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah diubah beberapa kali. Pupil adalah pihak yang memerlukan bimbingan, perlindungan, dan representasi hukum karena ketidakmampuannya untuk mengambil keputusan sendiri yang sah secara hukum.
Pupil sebagai Subjek Hukum dalam Hukum Perdata dan Hukum Keluarga
Dalam hukum perdata, pupil memiliki kedudukan sebagai subjek hukum, tetapi dengan kapasitas hukum yang terbatas. Setiap tindakan hukum yang melibatkan pupil, seperti mengelola harta warisan, menandatangani perjanjian, atau terlibat dalam proses hukum, wajib didampingi atau diwakili oleh wali yang sah. Wali bertanggung jawab penuh atas segala tindakan hukum yang dilakukan atas nama pupil, dengan tetap memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak tersebut. Dalam konsep ini, pupil bukan hanya dianggap sebagai individu yang pasif, tetapi sebagai pihak yang hak-haknya harus dilindungi secara aktif oleh sistem hukum dan para wali yang mengasuhnya.
Pupil dan Sistem Perwalian dalam Hukum Indonesia
Sistem hukum Indonesia mengatur bahwa seorang anak yang belum mencapai usia dewasa, yaitu 18 tahun, berada di bawah kekuasaan orang tua sebagai wali. Namun, jika kedua orang tua meninggal dunia atau tidak mampu melaksanakan fungsi perwalian, maka anak tersebut akan ditempatkan di bawah perwalian pihak ketiga yang ditunjuk oleh pengadilan. Dalam kondisi tersebut, anak yang bersangkutan berstatus sebagai pupil, di mana setiap tindakan hukumnya harus melalui persetujuan wali yang ditunjuk. Pengadilan berperan penting dalam memastikan bahwa wali menjalankan tugasnya secara jujur, transparan, dan tidak merugikan hak-hak pupil. Ini menunjukkan bahwa konsep pupil tidak sekadar soal hubungan keluarga, tetapi juga bagian dari perlindungan hukum yang dijamin oleh negara.
Pupil dalam Konteks Hukum Pidana Anak
Selain dalam hukum perdata dan keluarga, konsep pupil juga relevan dalam sistem peradilan pidana anak. Anak yang berkonflik dengan hukum dianggap sebagai individu yang belum matang secara psikologis dan hukum, sehingga hak-haknya sebagai pupil tetap harus dihormati selama proses hukum berlangsung. Pupil berhak mendapatkan pendampingan hukum, perlindungan dari tindakan kekerasan atau intimidasi, serta mendapatkan perlakuan yang memperhatikan kebutuhan tumbuh kembangnya. Dalam konteks ini, status pupil menegaskan bahwa meskipun seorang anak melakukan tindak pidana, ia tetap diperlakukan sebagai individu yang memerlukan perlindungan khusus dari negara, bukan sekadar pelaku kejahatan biasa.
Kesimpulan
Pupil adalah konsep hukum yang mengacu pada anak di bawah umur yang berada di bawah perlindungan dan tanggung jawab wali karena ketidakmampuannya menjalankan tindakan hukum sendiri. Dalam hukum Indonesia, konsep pupil sangat relevan dalam pengaturan tentang perwalian, perlindungan anak, serta sistem peradilan pidana anak. Perlindungan hukum terhadap pupil mencerminkan komitmen negara untuk memastikan bahwa hak-hak anak tetap terjamin meskipun mereka belum memiliki kapasitas hukum penuh. Dengan pendekatan yang menempatkan pupil sebagai subjek hukum yang harus dilindungi, sistem hukum diharapkan mampu mewujudkan prinsip keadilan yang tidak hanya bersifat represif, tetapi juga rehabilitatif dan edukatif.