Psychopaat dalam Perspektif Hukum Pidana: Antara Gangguan Kejiwaan dan Pertanggungjawaban Hukum Pelaku Tindak Pidana

March 7, 2025

Pengertian Psychopaat dan Relevansinya dalam Hukum Pidana

Psychopaat adalah istilah medis-psikiatris yang merujuk pada individu dengan gangguan kepribadian antisosial yang ditandai dengan perilaku manipulatif, kurangnya empati, serta ketidakmampuan merasakan rasa bersalah. Dalam konteks hukum pidana, istilah psychopaat memiliki arti penting karena berkaitan langsung dengan kemampuan bertanggung jawab secara hukum. Seseorang yang secara medis dinyatakan sebagai psychopaat tidak serta-merta dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana, karena hukum membedakan antara gangguan kejiwaan berat yang menghilangkan kesadaran penuh, dengan gangguan kepribadian yang lebih mengarah pada sifat antisosial. Oleh sebab itu, meskipun seorang psychopaat bisa menunjukkan perilaku menyimpang dan cenderung melanggar hukum, ia tetap dianggap mampu bertanggung jawab atas perbuatannya jika ia dinilai masih memahami konsekuensi hukumnya.

Kedudukan Psychopaat dalam Pemeriksaan Kejiwaan Pelaku Kejahatan

Dalam proses peradilan pidana, kondisi kejiwaan pelaku kejahatan menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh hakim dalam menentukan apakah pelaku layak dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Pemeriksaan psikologis atau psikiatris biasanya dilakukan untuk menilai apakah pelaku mengalami gangguan jiwa yang masuk dalam kategori psychopaat atau kondisi gangguan kepribadian lainnya. Berbeda dengan gangguan jiwa berat seperti skizofrenia akut yang berpotensi menghapuskan kemampuan bertanggung jawab secara hukum, psychopaat lebih mengarah pada pola kepribadian patologis yang cenderung kejam, manipulatif, dan antisosial, namun tetap memiliki kesadaran penuh atas apa yang dilakukannya. Dengan demikian, status sebagai psychopaat bukan alasan pembebasan pidana (onslag van alle rechtsvervolging), melainkan dapat dijadikan faktor yang meringankan atau justru memberatkan tergantung konteks kasusnya.

Psychopaat dan Penerapan Pasal 44 KUHP tentang Ketidakmampuan Bertanggung Jawab

Pasal 44 KUHP mengatur bahwa seseorang tidak dapat dipidana jika perbuatannya dilakukan dalam keadaan gangguan jiwa atau terganggu daya akalnya, sehingga ia tidak mampu memahami sifat perbuatannya atau tidak mampu mengendalikan tindakannya. Namun, dalam kasus psychopaat, penerapan pasal ini menjadi rumit karena psychopaat pada dasarnya masih memiliki kesadaran penuh tentang apa yang ia lakukan, hanya saja ia tidak memiliki empati dan cenderung tidak peduli dengan norma hukum maupun moral. Oleh sebab itu, psychopaat yang melakukan kejahatan brutal biasanya tetap dihukum pidana, bahkan sering kali dikenakan pidana yang lebih berat karena dianggap sebagai pelaku berbahaya yang berpotensi mengulangi kejahatannya di masa depan. Dengan kata lain, status psychopaat lebih berfungsi sebagai pertimbangan dalam menentukan jenis sanksi atau tindakan yang tepat, bukan sebagai alasan penghapus pidana.

Psychopaat dalam Perspektif Kriminologi dan Pencegahan Kejahatan

Dari perspektif kriminologi, psychopaat sering kali dikaitkan dengan kejahatan-kejahatan yang bersifat sadistis, manipulatif, atau terencana dengan sangat rapi. Kejahatan yang dilakukan oleh psychopaat umumnya tidak dilandasi emosi spontan, melainkan melalui proses pemikiran yang dingin dan kalkulatif. Hal ini menjadikan psychopaat sebagai kategori pelaku yang paling sulit untuk direhabilitasi, karena akar masalahnya bukan pada gangguan kesadaran, melainkan pada struktur kepribadiannya yang secara permanen menyimpang. Oleh sebab itu, dalam sistem peradilan modern, penanganan pelaku psychopaat tidak hanya mengandalkan hukuman penjara, tetapi juga pendekatan penilaian risiko berulang (risk assessment) dan program pengawasan ketat pasca pembebasan. Tujuannya adalah mencegah pelaku psychopaat kembali melakukan kejahatan serupa.

Kesimpulan

Psychopaat dalam konteks hukum pidana adalah individu dengan gangguan kepribadian antisosial yang meskipun memiliki kecenderungan berbuat kejahatan, tetap dianggap mampu bertanggung jawab atas perbuatannya sepanjang ia sadar akan tindakan tersebut. Dalam sistem hukum Indonesia, status psychopaat tidak otomatis menghapuskan pidana, tetapi menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan jenis hukuman dan langkah rehabilitasi yang diperlukan. Oleh sebab itu, penanganan pelaku psychopaat tidak hanya bersifat represif melalui hukuman pidana, tetapi juga preventif melalui pemantauan ketat dan pendekatan psikososial yang komprehensif demi mencegah kejahatan berulang yang membahayakan masyarakat luas.

Leave a Comment