Propaganda dalam Perspektif Hukum dan Pengaruhnya terhadap Kebebasan Berpendapat serta Ketertiban Umum

March 7, 2025

Pengertian Propaganda dalam Konteks Hukum

Propaganda adalah istilah yang berasal dari bahasa Latin “propagare” yang berarti menyebarluaskan. Dalam konteks hukum dan ilmu sosial, propaganda merujuk pada upaya sistematis yang dilakukan individu, kelompok, atau lembaga untuk memengaruhi opini publik melalui penyebaran informasi, ide, atau gagasan yang bias, manipulatif, atau bahkan menyesatkan demi mencapai tujuan tertentu. Dalam kerangka hukum pidana dan hukum ketertiban umum, propaganda sering dikaitkan dengan tindakan yang mengancam ketertiban umum, menyebarkan kebencian (hate speech), menyulut permusuhan antar golongan, atau menghasut masyarakat untuk melawan pemerintah yang sah. Oleh karena itu, meski propaganda berkaitan dengan hak berpendapat, dalam hukum positif Indonesia aktivitas propaganda tidak serta-merta dilindungi, terutama jika muatannya melanggar hukum atau merusak ketertiban umum.

Propaganda sebagai Bentuk Penyalahgunaan Kebebasan Berpendapat

Kebebasan berpendapat memang dijamin oleh Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Namun, kebebasan ini bukanlah hak absolut, melainkan hak yang dapat dibatasi oleh hukum demi melindungi ketertiban umum, keamanan nasional, serta hak-hak dan reputasi orang lain. Dalam konteks ini, propaganda yang bermuatan hasutan, ujaran kebencian, atau penyebaran berita bohong dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum yang diatur dalam KUHP, UU ITE, serta sejumlah regulasi sektoral lainnya. Dengan demikian, hukum memandang propaganda bukan sekadar bentuk penyampaian pendapat, melainkan sebagai aktivitas yang berpotensi mengancam ketertiban sosial apabila tidak didasarkan pada fakta dan dilakukan secara bertanggung jawab.

Propaganda Politik dan Pengawasan Hukum di Masa Pemilu

Dalam konteks politik, propaganda menjadi salah satu instrumen utama dalam kampanye pemilu. Partai politik dan kandidat sering menggunakan propaganda untuk membentuk citra positif tentang diri mereka sekaligus menciptakan opini negatif terhadap lawan politik. Dalam sistem hukum pemilu di Indonesia, propaganda politik diawasi ketat oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memastikan bahwa informasi yang disampaikan kepada publik sesuai fakta, tidak mengandung fitnah, serta tidak menebar kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Ketentuan mengenai batasan propaganda politik diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Jika propaganda dilakukan dengan cara yang melanggar ketentuan tersebut, pelaku dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana pemilu.

Propaganda dan Dinamika Hukum di Era Digital

Di era digital saat ini, propaganda berkembang semakin masif melalui media sosial, platform daring, dan aplikasi pesan instan. Karakteristik dunia digital yang cepat, sulit diawasi secara menyeluruh, serta minimnya literasi digital di kalangan masyarakat membuat propaganda digital menjadi ancaman serius bagi ketertiban sosial. Hukum di Indonesia merespons fenomena ini dengan menghadirkan regulasi khusus, seperti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU ITE. Dalam regulasi ini, penyebaran informasi yang bersifat fitnah, hoaks, atau propaganda yang menyesatkan dapat dikenai sanksi pidana dengan ancaman hukuman penjara dan/atau denda. Meski demikian, penegakan hukum terhadap propaganda di ruang digital masih menghadapi tantangan besar, terutama terkait pembuktian niat jahat (mens rea) dan keterlibatan aktor-aktor tersembunyi.

Kesimpulan

Propaganda dalam perspektif hukum bukan sekadar aktivitas komunikasi atau penyampaian pendapat, tetapi merupakan tindakan yang berpotensi melanggar hukum apabila mengandung fitnah, hasutan, ujaran kebencian, atau berita bohong. Dalam konteks hukum pidana, pemilu, dan ketertiban umum, propaganda diawasi secara ketat karena dampaknya yang dapat mengganggu stabilitas sosial dan merusak proses demokrasi. Di era digital, propaganda semakin sulit dikendalikan karena penyebarannya yang masif dan cepat, sehingga regulasi yang ada perlu terus disesuaikan agar efektif dalam menjamin ketertiban umum sekaligus melindungi kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab. Dengan pendekatan hukum yang seimbang, diharapkan propaganda dapat dikelola sebagai bagian dari dinamika demokrasi tanpa mengancam hak-hak dasar maupun stabilitas hukum dan ketertiban di masyarakat.

Leave a Comment