Proeftijd sebagai Masa Percobaan dalam Kontrak Kerja dan Pengaruhnya terhadap Perlindungan Hak Pekerja

March 7, 2025

Pengertian Proeftijd dalam Konteks Hukum

Istilah proeftijd berasal dari bahasa Belanda yang secara harfiah berarti masa percobaan. Dalam konteks hukum ketenagakerjaan, proeftijd adalah periode awal dalam hubungan kerja di mana pekerja dan pemberi kerja sama-sama melakukan penyesuaian dan evaluasi, sebelum akhirnya memutuskan apakah hubungan kerja tersebut dilanjutkan menjadi kontrak kerja penuh atau justru dihentikan. Dalam praktiknya, proeftijd menjadi semacam uji kelayakan dan kecocokan antara pekerja dengan pekerjaan serta kultur perusahaan tempat ia bekerja.

Dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia, konsep proeftijd diadopsi melalui ketentuan tentang masa percobaan yang diatur dalam Pasal 60 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang kemudian diperbarui dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Masa percobaan hanya berlaku untuk perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) atau kontrak kerja permanen, dan tidak diperbolehkan diterapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau kontrak kerja sementara.

Durasi dan Ketentuan Masa Proeftijd

Menurut hukum Indonesia, masa proeftijd atau masa percobaan tidak boleh lebih dari 3 bulan. Selama masa ini, pekerja berhak atas upah yang sama seperti pekerja tetap di posisi yang sama. Ini menunjukkan bahwa meski statusnya masih dalam masa percobaan, hak-hak dasar pekerja tetap harus dihormati, seperti hak atas upah layak, perlindungan keselamatan kerja, serta hak atas lingkungan kerja yang aman dan sehat.

Salah satu ketentuan penting terkait proeftijd adalah kebebasan kedua belah pihak untuk mengakhiri hubungan kerja kapan saja dalam masa percobaan, tanpa perlu mengikuti prosedur pemutusan hubungan kerja (PHK) formal. Namun demikian, alasan penghentian harus tetap rasional, tidak boleh bersifat diskriminatif atau melanggar hak-hak mendasar pekerja.

Proeftijd dan Perlindungan Hukum bagi Pekerja

Meski sifatnya fleksibel, proeftijd tidak boleh dijadikan celah untuk mengeksploitasi pekerja. Perusahaan dilarang memperpanjang masa percobaan secara sepihak, apalagi menyalahgunakan proeftijd sebagai cara menghindari kewajiban memberikan hak-hak pekerja tetap. Misalnya, perusahaan tidak boleh merekrut pekerja baru dengan status masa percobaan berulang-ulang, sehingga hak atas kepastian kerja dan perlindungan sosial bagi pekerja terabaikan.

Untuk mencegah penyalahgunaan proeftijd, pengawasan ketenagakerjaan memiliki kewajiban memastikan bahwa ketentuan masa percobaan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Jika ditemukan pelanggaran, perusahaan dapat dikenakan sanksi administratif, termasuk teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha.

Perbandingan Proeftijd dengan Masa Training

Perlu dibedakan antara proeftijd dengan masa training. Proeftijd adalah bagian dari hubungan kerja formal yang telah sah, sehingga pekerja berhak atas upah, jaminan sosial tenaga kerja, serta hak perlindungan hukum lainnya. Sementara itu, training bisa terjadi sebelum hubungan kerja dimulai, bersifat lebih fleksibel, dan tidak selalu diikuti oleh pemberian upah atau hak-hak ketenagakerjaan lainnya.

Dalam praktiknya, banyak perusahaan yang mencampuradukkan kedua konsep ini, misalnya merekrut karyawan dengan status training berkepanjangan tanpa mencatatnya sebagai masa percobaan resmi. Praktik semacam ini berisiko melanggar hukum ketenagakerjaan karena mengurangi perlindungan hak-hak pekerja.

Proeftijd dalam Perspektif Hak Asasi Manusia

Hak atas pekerjaan layak adalah bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 dan berbagai instrumen internasional seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia serta Konvensi ILO. Dalam konteks ini, proeftijd harus dipandang sebagai bagian dari hak pekerja untuk mendapatkan kepastian hukum terkait status pekerjaannya.

Penerapan proeftijd yang transparan, adil, dan sesuai hukum mencerminkan perlindungan negara terhadap hak-hak pekerja. Sebaliknya, penyalahgunaan proeftijd sebagai dalih untuk menghindari kewajiban perusahaan justru mencerminkan pengabaian terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia di bidang ketenagakerjaan.

Proeftijd dalam Era Fleksibilitas Kerja

Dengan berkembangnya konsep gig economy dan pekerjaan fleksibel, konsep proeftijd juga mengalami tantangan baru. Banyak perusahaan yang merekrut pekerja dalam kontrak lepas (freelance) tanpa memberikan jaminan masa percobaan yang jelas. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pekerja, terutama dalam hal hak memperoleh status tetap atau jaminan sosial. Oleh sebab itu, pemerintah diharapkan menyusun regulasi yang adaptif agar konsep proeftijd tetap relevan di tengah perubahan dunia kerja yang dinamis.

Kesimpulan

Proeftijd adalah masa percobaan dalam hubungan kerja yang berfungsi sebagai periode evaluasi baik bagi pekerja maupun perusahaan sebelum status pekerja ditetapkan sebagai karyawan tetap. Dalam sistem hukum ketenagakerjaan Indonesia, proeftijd dibatasi maksimal 3 bulan, dengan jaminan hak upah dan perlindungan ketenagakerjaan yang sama seperti pekerja tetap. Meski memberikan fleksibilitas, proeftijd tidak boleh disalahgunakan sebagai celah eksploitasi atau penghindaran kewajiban perusahaan. Penerapan proeftijd yang sesuai aturan tidak hanya melindungi hak pekerja, tetapi juga menciptakan iklim hubungan industrial yang sehat dan adil, serta memperkuat prinsip pekerjaan layak sebagai bagian dari hak asasi manusia.

Leave a Comment