Pengertian Primitief dalam Konteks Hukum
Istilah primitief berasal dari bahasa Belanda yang secara harfiah berarti primitif atau awal. Dalam konteks hukum, khususnya dalam sejarah perkembangan sistem hukum di Indonesia yang banyak dipengaruhi sistem hukum Belanda, primitief merujuk pada tahap awal dari suatu proses hukum. Ini bisa berarti tahap pertama ketika perkara mulai diajukan, atau tahap paling dasar dalam struktur atau sistem hukum itu sendiri.
Dalam beberapa literatur hukum lama, istilah primitief juga digunakan untuk menunjukkan bentuk awal atau sederhana dari peraturan atau lembaga hukum yang kemudian berkembang menjadi lebih kompleks. Dengan kata lain, primitief adalah fondasi dasar yang menjadi titik awal proses hukum. Istilah ini tidak selalu bermakna negatif, melainkan lebih mengacu pada fase permulaan yang bersifat mendasar.
Primitief dalam Sistem Hukum Perdata
Dalam hukum acara perdata, primitief kerap dikaitkan dengan pengajuan gugatan pertama kali ke pengadilan. Proses pendaftaran perkara di kepaniteraan pengadilan adalah tahapan primitief, yang menandai bahwa perkara tersebut resmi masuk ke jalur hukum formal. Setelah tahapan primitief selesai, barulah proses berikutnya seperti pemanggilan para pihak, mediasi, hingga sidang pokok perkara dapat berjalan.
Penggunaan istilah primitief dalam konteks ini menegaskan bahwa setiap perkara hukum selalu dimulai dari fondasi administrasi yang sederhana, yaitu pendaftaran dan pembuatan nomor perkara. Tanpa melalui fase primitief ini, perkara tidak dianggap sah sebagai bagian dari sistem peradilan formal.
Primitief dalam Perkembangan Hukum Adat
Konsep primitief juga relevan dalam pembahasan hukum adat. Ketika hukum adat pertama kali dikenal dan dipraktikkan, sistemnya dianggap masih sangat sederhana, belum mengenal hierarki pengadilan atau prosedur formal yang ketat. Inilah yang disebut sebagai hukum primitief — yaitu hukum yang hidup dan berlaku dalam masyarakat secara spontan dan alami, tanpa perangkat institusi formal.
Namun seiring waktu, hukum adat bertransformasi menjadi bagian dari sistem hukum nasional. Meski awalnya bersifat primitief, hukum adat kini memiliki kedudukan dalam hukum positif, misalnya diakui sebagai sumber hukum dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945. Ini menunjukkan bahwa primitief bukan berarti usang atau tidak relevan, melainkan hanya menunjukkan titik awal dari evolusi hukum tersebut.
Primitief dalam Konteks Penyelesaian Sengketa
Pada sengketa perdata sederhana, terutama di pengadilan tingkat pertama, pendekatan yang digunakan sering kali masih bersifat primitief dalam artian tidak terlalu formal. Hakim lebih mengedepankan asas keadilan substantif dibanding aturan prosedural yang rumit. Hal ini dapat ditemukan dalam penyelesaian sengketa kecil di Pengadilan Negeri melalui gugatan sederhana (small claim court).
Di sini, prosesnya mencerminkan kembali ke akar primitif dari hukum itu sendiri, yaitu penyelesaian sengketa yang cepat, sederhana, dan murah. Dengan kata lain, meski hukum terus berkembang, esensi primitief yang sederhana tetap relevan dalam konteks efisiensi peradilan.
Primitief dan Perbandingan Sistem Hukum
Jika membandingkan sistem hukum modern di Indonesia dengan sistem hukum yang ada di masa kolonial atau awal kemerdekaan, kita bisa melihat bahwa banyak prosedur hukum yang kini kompleks dan berlapis-lapis berakar dari mekanisme primitief. Dulu, pendaftaran perkara, pemanggilan pihak, hingga pembacaan putusan dilakukan secara sederhana tanpa sistem informasi yang canggih seperti sekarang.
Dalam aspek ini, primitief adalah cermin sejarah evolusi hukum. Prosedur yang dulunya bersifat manual, sederhana, dan minim teknologi kini berkembang menjadi sistem peradilan elektronik (e-court) yang jauh lebih modern. Namun, tanpa adanya fondasi primitief, sistem modern ini tidak akan pernah terbentuk.
Primitief dalam Pemikiran Hukum
Beberapa ahli hukum juga menggunakan istilah primitief dalam konteks pemikiran hukum yang mendasari lahirnya konsep-konsep besar dalam hukum modern. Misalnya, gagasan tentang hak milik yang kini rumit diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), pada awalnya hanya berakar dari konsep penguasaan fisik secara nyata, yang merupakan bentuk primitief dari hak kebendaan.
Hal yang sama juga terlihat pada konsep kesepakatan dalam kontrak. Sebelum ada KUHPer dan aturan tertulis lainnya, kesepakatan hanya berlandaskan lisan dan kepercayaan, yang merupakan bentuk primitief dari hukum kontrak. Dengan demikian, primitief tidak sekadar bermakna awal atau sederhana, tetapi juga mencerminkan akar filosofis dari konsep hukum yang berkembang kemudian.
Kesimpulan
Primitief dalam hukum adalah istilah yang merujuk pada tahapan awal, bentuk sederhana, atau fondasi dasar dari sebuah proses, sistem, atau konsep hukum. Dalam konteks prosedur peradilan, primitif adalah fase pendaftaran perkara. Dalam konteks sejarah hukum, primitif adalah bentuk awal dari sistem hukum yang terus berkembang. Dalam pemikiran hukum, primitif adalah benih gagasan yang kelak berkembang menjadi prinsip hukum yang kompleks. Dengan memahami konsep primitief, kita tidak hanya belajar tentang bagaimana hukum dimulai, tetapi juga menghargai perjalanan panjang hukum dari kesederhanaan menuju kompleksitas yang kita kenal hari ini.