Periculum in Mora dan Implikasinya dalam Sengketa Perdata di Indonesia

March 6, 2025

Pengertian Periculum in Mora

Periculum in mora adalah istilah hukum yang berasal dari bahasa Latin, yang berarti “risiko karena kelalaian atau keterlambatan”. Dalam konteks hukum perdata, istilah ini merujuk pada risiko yang timbul akibat keterlambatan salah satu pihak dalam melaksanakan kewajiban yang telah disepakati di dalam sebuah perjanjian. Pihak yang lalai atau terlambat ini kemudian harus menanggung segala risiko yang muncul akibat keterlambatan tersebut.

Konsep ini sangat berkaitan dengan wanprestasi (cidera janji), yaitu keadaan di mana salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya tepat waktu atau sesuai kesepakatan. Ketika suatu keterlambatan terjadi, maka tanggung jawab hukum (liability) secara otomatis beralih kepada pihak yang terlambat. Inilah yang dimaksud dengan prinsip periculum in mora.

Periculum in Mora dalam Sistem Hukum Perdata Indonesia

Dalam hukum perdata Indonesia, prinsip periculum in mora sebenarnya tidak diatur secara eksplisit menggunakan istilah Latin ini, tetapi substansinya dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata. Pasal tersebut menyebutkan bahwa debitur dianggap lalai apabila ia telah dinyatakan lalai (ditegur atau diperingatkan) melalui suatu somasi (teguran resmi), atau apabila dari kesepakatan secara tegas ditentukan bahwa keterlambatan saja sudah cukup dianggap sebagai kelalaian.

Jika kelalaian atau keterlambatan itu menimbulkan kerugian, maka risiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pihak yang lalai. Inilah penerapan prinsip periculum in mora. Dengan kata lain, begitu seorang debitur berada dalam keadaan lalai (in mora), ia memikul risiko penuh atas segala akibat yang timbul dari keterlambatannya.

Contoh Penerapan Periculum in Mora dalam Kasus Konkret

Sebagai contoh, seorang kontraktor telah sepakat menyelesaikan proyek pembangunan dalam waktu 6 bulan. Namun, sampai bulan ke-8 proyek belum rampung, padahal pemilik proyek telah memberikan beberapa kali teguran tertulis. Dalam hal ini, kontraktor berada dalam keadaan mora, sehingga segala kerugian yang timbul akibat keterlambatan, seperti biaya sewa tambahan atau kerugian akibat proyek yang mangkrak, menjadi tanggung jawab kontraktor. Ini adalah wujud nyata penerapan asas periculum in mora.

Contoh lain, dalam jual beli kendaraan secara kredit, jika pembeli terlambat membayar cicilan, dan karena keterlambatan tersebut kendaraan disita dan dijual di bawah harga pasar, maka kerugian tersebut bisa dibebankan kepada pembeli yang lalai. Ini karena pembeli telah masuk dalam in mora, sehingga ia menanggung risiko yang muncul akibat wanprestasi tersebut.

Hubungan Periculum in Mora dengan Wanprestasi dan Ganti Rugi

Prinsip periculum in mora sangat erat kaitannya dengan konsep wanprestasi dan ganti rugi. Ketika suatu pihak lalai, maka ia bukan hanya wajib memenuhi prestasi utama yang disepakati, tetapi juga menanggung seluruh risiko yang timbul, termasuk membayar ganti rugi. Ini sesuai dengan Pasal 1243 KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa debitur wajib mengganti biaya, kerugian, dan bunga akibat tidak dipenuhinya suatu perikatan.

Dengan demikian, periculum in mora menegaskan bahwa risiko dan kewajiban membayar kerugian sepenuhnya dibebankan kepada pihak yang melakukan keterlambatan.

Relevansi Periculum in Mora di Era Modern

Dalam praktik bisnis modern, asas periculum in mora masih sangat relevan, terutama dalam perjanjian-perjanjian yang bersifat komersial dan memiliki tenggat waktu ketat. Misalnya, dalam industri logistik, keterlambatan pengiriman barang yang berujung kerusakan atau kehilangan pelanggan bisa menjadi tanggung jawab penuh pihak ekspedisi yang lalai. Begitu pula dalam proyek-proyek pembangunan infrastruktur, keterlambatan penyelesaian sering kali menyebabkan denda harian yang diterapkan sesuai prinsip periculum in mora.

Kesimpulan

Periculum in mora adalah prinsip hukum yang mengatur bahwa pihak yang lalai atau terlambat melaksanakan kewajiban dalam sebuah perjanjian harus menanggung seluruh risiko yang timbul akibat kelalaiannya tersebut. Meskipun istilah ini jarang disebut secara langsung dalam KUHPerdata, substansinya telah diadopsi dalam ketentuan tentang wanprestasi dan kewajiban membayar ganti rugi. Prinsip ini penting dipahami oleh para pelaku usaha, pelaku kontrak, dan masyarakat luas agar setiap pihak menyadari konsekuensi hukum yang timbul dari keterlambatan dalam melaksanakan kewajiban.

Leave a Comment