Pengertian Onderhans
Onderhans berasal dari bahasa Belanda yang berarti “di bawah tangan” (onderhand). Dalam hukum, istilah ini merujuk pada suatu perbuatan hukum yang dilakukan tanpa melalui proses formal atau tanpa pengesahan oleh pejabat yang berwenang. Biasanya, istilah ini digunakan dalam konteks perjanjian atau dokumen yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak tanpa campur tangan notaris atau lembaga resmi lainnya.
Perjanjian onderhans sering digunakan dalam praktik hukum perdata, terutama dalam transaksi bisnis, perjanjian pinjam-meminjam, jual beli, dan berbagai perikatan lainnya. Meskipun sah secara hukum, perjanjian ini memiliki beberapa keterbatasan dibandingkan dengan akta otentik yang dibuat di hadapan notaris.
Onderhans dalam Hukum Perdata
Dalam hukum perdata, dokumen onderhans dapat digunakan sebagai bukti perjanjian atau kesepakatan antara para pihak. Beberapa contoh umum perjanjian onderhans meliputi:
1. Perjanjian Utang-Piutang
Banyak perjanjian utang-piutang dilakukan secara onderhans, di mana pihak pemberi pinjaman dan penerima pinjaman menandatangani perjanjian tanpa pengesahan notaris.
2. Akta Jual Beli
Dalam beberapa kasus, perjanjian jual beli tanah atau kendaraan dilakukan secara onderhans sebelum dilakukan balik nama atau pengesahan di lembaga resmi.
3. Perjanjian Kerja Sama
Kesepakatan bisnis antara dua pihak sering kali dibuat secara tertulis tanpa notaris, yang tetap memiliki kekuatan hukum meskipun lebih rentan terhadap sengketa.
Kelebihan dan Kekurangan Onderhans
Dokumen onderhans memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dipertimbangkan oleh para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian.
Kelebihan
1. Proses lebih cepat dan sederhana
Tidak memerlukan prosedur administratif yang panjang seperti halnya akta notaris.
2. Biaya lebih rendah
Tidak memerlukan biaya notaris atau pejabat hukum lainnya.
3. Fleksibel
Dapat dibuat sesuai kebutuhan para pihak tanpa format yang terlalu ketat.
Kekurangan
1. Kekuatan hukum lebih lemah
Jika terjadi perselisihan, dokumen onderhans bisa diperdebatkan validitasnya dibandingkan dengan akta notaris.
2. Sulit dijadikan alat bukti kuat di pengadilan
Pengadilan mungkin memerlukan bukti tambahan untuk mengesahkan keabsahan dokumen onderhans.
3. Rentan terhadap pemalsuan atau pengingkaran
Salah satu pihak bisa saja mengklaim bahwa tanda tangan atau isi dokumen tidak sah.
Onderhans dalam Sengketa Hukum
Meskipun sah dalam hukum perdata, perjanjian onderhans sering menjadi sumber perselisihan ketika salah satu pihak mengingkari isi perjanjian. Jika terjadi sengketa, dokumen onderhans tetap bisa digunakan sebagai alat bukti, tetapi sering kali membutuhkan penguatan melalui:
1. Kesaksian dari pihak yang terlibat dalam perjanjian.
2. Bukti tambahan seperti rekaman komunikasi atau transaksi yang mendukung isi perjanjian.
3. Pengakuan dari pihak yang menandatangani dokumen.
Dalam kasus tertentu, pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan permohonan ke pengadilan untuk meminta legalisasi atau pengesahan atas dokumen onderhans agar mendapatkan kekuatan hukum yang lebih kuat.
Kesimpulan
Onderhans dalam hukum merujuk pada dokumen atau perjanjian yang dibuat tanpa pengesahan pejabat resmi seperti notaris. Meskipun sah dan memiliki kekuatan hukum, dokumen ini lebih rentan terhadap sengketa dibandingkan dengan akta otentik. Oleh karena itu, meskipun perjanjian onderhans sering digunakan karena kepraktisannya, dalam transaksi bernilai besar atau berisiko tinggi, sebaiknya tetap menggunakan akta notaris untuk menghindari potensi masalah hukum di kemudian hari.