Nuncupatief: Perjanjian yang Diumumkan atau Dinyatakan Secara Lisan dalam Hukum

January 10, 2025

Nuncupatief adalah istilah dalam hukum yang mengacu pada jenis perjanjian atau surat wasiat yang diumumkan atau dinyatakan secara lisan. Dalam konteks hukum, perjanjian atau wasiat nuncupatief adalah bentuk perjanjian yang tidak memerlukan bentuk tertulis untuk dianggap sah, tetapi harus diumumkan atau dinyatakan secara eksplisit oleh pihak yang terlibat.

Pengertian Nuncupatief

Istilah “nuncupatief” berasal dari bahasa Latin nuncupare yang berarti “mengumumkan” atau “menyatakan.” Dalam konteks hukum, nuncupatief merujuk pada perjanjian atau wasiat yang disampaikan dengan cara lisan, tanpa memerlukan pengesahan tertulis. Meskipun sering kali lebih sulit untuk dibuktikan atau ditegakkan dibandingkan dengan perjanjian tertulis, perjanjian nuncupatief tetap dianggap sah dalam beberapa yurisdiksi, terutama jika ada saksi yang dapat mengonfirmasi pernyataan tersebut.

Jenis-Jenis Nuncupatief

1. Nuncupatief Testament (Wasiat Lisan): Nuncupatief sering kali dikaitkan dengan wasiat yang diumumkan atau dinyatakan lisan oleh seseorang yang ingin mewariskan harta mereka. Dalam beberapa sistem hukum, wasiat nuncupatief diakui sebagai sah meskipun tidak ditulis, namun harus disaksikan oleh beberapa orang untuk memastikan validitasnya.

2. Perjanjian Nuncupatief: Dalam beberapa kasus, perjanjian yang dibuat lisan antara dua pihak juga dapat disebut nuncupatief. Meskipun lebih jarang terjadi, perjanjian ini dapat mengikat secara hukum jika memenuhi ketentuan-ketentuan tertentu dan disaksikan atau disetujui oleh pihak ketiga.

Ciri-Ciri Perjanjian atau Wasiat Nuncupatief

1. Dinyatakan Secara Lisan: Perbedaan utama dari perjanjian atau wasiat nuncupatief adalah penyampaiannya yang dilakukan lisan, tanpa memerlukan dokumen tertulis.

2. Diperlukan Saksi: Agar perjanjian nuncupatief memiliki kekuatan hukum, dalam banyak sistem hukum, harus ada saksi yang mendengarkan dan mengonfirmasi pernyataan yang dibuat oleh pihak yang membuat perjanjian atau wasiat tersebut.

3. Tidak Ada Bentuk Formal: Tidak seperti perjanjian tertulis yang memiliki syarat formalitas tertentu, perjanjian nuncupatief tidak membutuhkan dokumen tertulis untuk sah. Namun, perjanjian ini tetap memiliki batasan dan persyaratan hukum yang berbeda di setiap negara atau yurisdiksi.

Implikasi Hukum dari Nuncupatief

1. Kekuatan Pembuktian yang Terbatas: Salah satu tantangan utama dalam perjanjian nuncupatief adalah pembuktiannya di pengadilan. Karena tidak ada dokumen tertulis yang dapat diperlihatkan, pihak yang terlibat sering kali harus mengandalkan kesaksian lisan dari pihak ketiga atau saksi untuk membuktikan bahwa perjanjian tersebut memang ada.

2. Syarat Sahnya Wasiat Nuncupatief: Meskipun tidak memerlukan surat wasiat tertulis, wasiat nuncupatief harus memenuhi beberapa syarat, seperti kehadiran saksi yang dapat membuktikan bahwa wasiat tersebut dibuat dengan sengaja dan dengan niat yang sah oleh pembuat wasiat.

3. Pentingnya Saksi dalam Hukum: Dalam sistem hukum tertentu, saksi memainkan peran kunci dalam menjamin sahnya perjanjian atau wasiat nuncupatief. Saksi yang hadir pada saat pernyataan dibuat dapat memberikan bukti yang diperlukan untuk menegakkan perjanjian atau wasiat tersebut jika terjadi sengketa.

Contoh Kasus Nuncupatief

1. Wasiat Lisan pada Saat-Saat Akhir: Seorang individu yang berada dalam kondisi sakit parah dan merasa bahwa waktunya hampir habis mungkin memutuskan untuk membuat wasiat lisan yang menyatakan siapa yang berhak mewarisi hartanya. Wasiat ini dapat menjadi nuncupatief, asalkan ada saksi yang mendengarkan pernyataan tersebut.

2. Perjanjian Bisnis Lisan: Dalam beberapa kasus bisnis, dua pihak mungkin sepakat untuk melakukan perjanjian atau kesepakatan yang diumumkan lisan tanpa membuat dokumen tertulis. Jika disaksikan oleh pihak ketiga dan memenuhi persyaratan hukum, perjanjian ini dapat dianggap sah.

Masalah yang Sering Terjadi Terkait dengan Nuncupatief

1. Kesulitan dalam Pembuktian: Salah satu masalah utama yang sering muncul dengan perjanjian nuncupatief adalah kesulitan dalam membuktikan bahwa perjanjian atau wasiat tersebut memang benar ada. Karena tidak ada bukti tertulis, biasanya dibutuhkan saksi yang dapat mengonfirmasi pernyataan tersebut.

2. Perselisihan Mengenai Isi Perjanjian: Karena sifatnya yang lisan, bisa terjadi ketidaksesepahaman atau sengketa mengenai apa yang sebenarnya telah disepakati dalam perjanjian atau wasiat nuncupatief. Hal ini bisa menyebabkan perbedaan pendapat antara pihak yang terlibat.

3. Pengakuan oleh Hukum yang Berbeda-Beda: Tidak semua yurisdiksi mengakui perjanjian atau wasiat nuncupatief secara otomatis. Beberapa sistem hukum mungkin lebih mengutamakan perjanjian tertulis atau mensyaratkan formalitas tertentu sebelum wasiat atau perjanjian lisan diakui.

Penutup

Nuncupatief adalah konsep hukum yang merujuk pada perjanjian atau wasiat yang diumumkan secara lisan, tanpa perlu formalitas tertulis. Meskipun perjanjian nuncupatief dapat sah di beberapa sistem hukum, tantangan utama terletak pada pembuktian dan kejelasan pernyataan yang dibuat. Oleh karena itu, meskipun memungkinkan untuk membuat perjanjian atau wasiat secara lisan, penting untuk selalu mempertimbangkan bukti dan saksi yang dapat mendukung klaim tersebut di masa depan.

Leave a Comment