Istilah constitutum possessorium berasal dari bahasa Latin yang berarti “pernyataan kepemilikan”. Dalam konteks hukum, istilah ini merujuk pada suatu cara peralihan hak atas suatu benda, di mana pihak yang sebelumnya bertindak sebagai pemilik tetap menguasai benda tersebut, tetapi status kepemilikannya beralih kepada pihak lain. Dengan kata lain, pihak pertama tetap memegang benda itu, tetapi kini sebagai pemegang hak atas nama pihak lain.
Contoh Penerapan Constitutum Possessorium
1. Jual Beli Tanah Dalam jual beli tanah, penjual dapat tetap tinggal di atas tanah yang telah dijual kepada pembeli, tetapi statusnya berubah menjadi penyewa tanah tersebut kepada pembeli yang kini menjadi pemiliknya.
2. Gadai Barang Dalam hubungan gadai, pemilik barang yang menggadaikan haknya kepada pihak lain dapat tetap memegang benda itu untuk keperluan tertentu, misalnya sebagai pengguna barang tersebut.
3. Perjanjian Investasi Dalam perjanjian investasi, pemilik alat produksi dapat mengalihkan kepemilikannya kepada investor, tetapi tetap menggunakan alat produksi tersebut berdasarkan perjanjian yang telah disepakati.
Mekanisme Pelaksanaan Constitutum Possessorium
Proses constitutum possessorium melibatkan langkah-langkah berikut:
1. Kesepakatan Jelas Kedua belah pihak harus mencapai kesepakatan terkait alih kepemilikan, termasuk hak dan kewajiban masing-masing pihak.
2. Pembuatan Dokumen Hukum Alih kepemilikan ini harus didokumentasikan secara tertulis dalam bentuk perjanjian atau akta, yang sah menurut hukum.
3. Penegasan Status Benda Benda yang dialihkan kepemilikannya tetap dikuasai oleh pihak pertama, tetapi statusnya harus ditegaskan sebagai penguasaan atas nama pihak kedua.
4. Registrasi (Jika Diperlukan) Dalam beberapa kasus, alih kepemilikan memerlukan registrasi di lembaga resmi, seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk tanah atau kantor lainnya sesuai jenis benda.
Masalah yang Sering Terjadi dalam Constitutum Possessorium
1. Ketidakjelasan Perjanjian Kesepakatan yang tidak terdokumentasi dengan baik dapat menimbulkan sengketa, terutama ketika salah satu pihak melanggar ketentuan yang disepakati.
2. Penyalahgunaan Status Penguasaan Pihak pertama yang tetap menguasai benda sering kali menyalahgunakan status ini untuk mengklaim kembali kepemilikan atau menggunakan benda di luar batas yang disepakati.
3. Kesulitan Pembuktian Hukum Dalam situasi sengketa, pembuktian adanya constitutum possessorium dapat menjadi sulit jika dokumen pendukung tidak memadai atau tidak diakui.
4. Kurangnya Pemahaman Hukum Banyak pihak yang tidak memahami sepenuhnya konsep constitutum possessorium, sehingga sering terjadi kesalahan dalam pelaksanaannya.
5. Biaya Tambahan Pengalihan hak melalui constitutum possessorium memerlukan pembuatan dokumen hukum yang sah, yang sering kali melibatkan biaya administrasi dan legalitas tambahan.
Constitutum possessorium adalah salah satu cara peralihan hak yang fleksibel dalam hukum. Namun, penggunaannya memerlukan kehati-hatian dan pemahaman yang mendalam untuk menghindari potensi sengketa. Dengan melibatkan penasihat hukum dan membuat dokumen yang sah, kedua belah pihak dapat memastikan bahwa hak dan kewajiban masing-masing terjamin secara adil.